INIKATA.co.id – Dukungan ke Pemprov Sulsel agar mengambil alih pengelolaan tambang nikel di Sorowako, Kabupaten Luwu Timur (Lutim), yang saat ini dikelola PT Vale Indonesia, terus mengalir dari berbagai kalangan termasuk para pengusaha.
Terbaru, Wakil Ketua Umum Kamar Dagang Industri (KADIN) Sulsel bidang CSR dan Lingkungan Hidup, Makmur Mingko mengatakan, pihaknya meyakini jika pengelolaannya diambil alih Pemprov Sulsel, maka sektor tersebut akan bisa lebih banyak menyerap tenaga kerja lokal.
“Tentu kita mendukung full gubernur, KADIN selalu siap mendukung gubernur selama itu berpihak kepada pengusaha-pengusaha lokal kita untuk pengambil alihan tambang nikel di Lutim yang saat ini dikelola PT Vale, untuk kemudian dikelola sendiri oleh putra daerah,” kata Makmur, kemarin.
Ia pun mengusulkan agar Pemprov Sulsel membuka ruang kepada para pengusaha lokal dan elemen masyarakat untuk secara bersama membahas langkah-langkah yang harus dilakukan dalam upaya pengambil alihan pengelolaan tambang nikel di Lutim yang saat ini masih dikelola PT Vale tersebut.
“Saya kira lebih bagus kalau kita bicarakan, duduk bersama. Saya kira itu jalan yang terbaik tentunya dengan skala keberpihakan pengusaha-pengusaha lokal kita,” ujarnya.
“Semakin banyak elemen masyarakat yang terlibat dalam pembahasan ini, saya kira itu akan semakin bagus karena banyak pemikiran di situ. Semua stakeholder harus dilibatkan sehingga semua bisa diakomodir,” sambungnya.
Menurut dia, memang sudah waktunya pengelolaan tambang nikel di Lutim diambil alih oleh pemerintah dan secara bersama dikelola perusahaan lokal. Sebab, selama ini dana Corporate Social Responsibility (CSR) PT Vale dinilainya kurang signifikan terhadap upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat di sekitar lokasi tambang.
“Saya kira CSR itu adalah merupakan kewajiban perusahaan, apalagi perusahaan sebesar PT Vale. Harusnya itu dengan keberadaan PT Vale dengan sekian tahun itu sebenarnya masyarakat di sana kelihatan lebih makmur. Tapi ternyata kan tidak,” ucapnya.
Lebih jauh Makmur mengatakan, sebenarnya pengusaha lokal mampu untuk mengelola operasional pertambangan yang saat ini dikelola PT Vale. Hanya saja, pengusaha lokal belum banyak diberi ruang dan masih kurang mendapatkan kepercayaan.
“Sesuai dengan yang Pak JK bilang kemarin, jadi sudah saatnya ditinggalkan hal-hal begitu (ketergantungan dengan perusahaan asing). Kenapa selalu berbicara tentang pengalaman? Kapan kita bisa berpengalaman kalau tidak dimulai dari sekarang. Kalau kita sendiri yang kelola, pasti menaikkan taraf perekonomian masyarakat Sulsel, khususnya di daerah sekitaran tambang,” imbuhnya.
“Kita lihat dari sudut pemberdayaan pengusaha, tenaga kerja kita, putra daerah kita, dan itu semua saya kira kalau kita ambil alih, insya Allah sesuai dengan harapan. Peluang tenaga kerja lokal akan jauh lebih banyak diserap, kontribusi terhadap pemprov nilainya akan lebih tinggi dan pemberdayaan terhadap masyarakat sekitaran tambang akan semakin diperhatikan,” tambahnya.
“Terus, uangnya itu yang didapatkan pengusaha kita tidak lari ke luar negeri, sehingga berputar ke dalam negeri kita sendiri. Dengan sendirinya, daerah kita akan meningkat perekonomiannya, lebih maju,” lanjutnya.
Senada, Ketua Himpunan Pengusaha Mudah Indonesia (HIPMI) Sulsel, Andi Rahmat Manggabarani juga menyatakan dukungannya ke Pemprov Sulsel untuk mengambil alih pengelolaan tambang nikel di Lutim.
“HIPMI sulsel mendukung upaya Pemerintah Daerah Sulsel dalam rangka mengambil alih sebagian lahan PT Vale,” kata Rahmat.
Jika Pemprov Sulsel ingin melibatkan HIPMI Sulsel, ia mengaku, pihaknya siap untuk bergabung dalam pembahasan pengambil alihan pengelolaan tambang nikel di Lutim tersebut.
“Tentunya (HIPMI siap dilibatkan), setelah ada ketetapan pemerintah terkait pengambilalihan,” ujarnya.
Sekadar diketahui, sebelumnya Pemprov Sulsel telah menyampaikan komitmen dan tekadnya untuk mengambil alih lahan bekas tambang PT Vale Indonesia Tbk yang sudah direklamasi perusahaan di Blok Sorowako, Luwu Timur, serta meminta agar kontrak karya perusahaan tambang tersebut tidak lagi diperpanjang.
Hal itu disampaikan langsung Gubernur Sulsel Andi Sudirman Sulaiman dalam pertemuan bersama Komisi VII DPR RI dan pihak Kementerian Energi, Sumber Daya, dan Mineral (ESDM), September 2022 lalu.
“Kita tegaskan komitmen untuk memperjuangkan tambang eks Vale dikelola oleh BUMD provinsi dan kabupaten, serta lahan kontrak karya tidak diperpanjang. Lahan kontrak karya wajib menjadi milik pemprov. Posisi pemprov jelas untuk memiliki konsesi tersebut berada di bawah kendali pemprov bersama Pemkab Lutim,” kata Sudirman dalam RDP tersebut.
Menurutnya, konsesi Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK) bekas PT Vale sebaiknya dikelola oleh pemerintah daerah (pemda) atau Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) setempat.
“Kita ingin konsesi eks tambang Vale di Sorowako bisa diserahkan ke BUMD. Pemprov Sulsel dan Pemkab Lutim sudah waktunya tidak hanya jadi penonton,” ujarnya.
Ia juga menyebut, dari hasil evaluasi, keberadaan PT Vale masih minim kontribusinya di Sulsel. Termasuk dalam lingkungan hidup, pendapatan daerah, dan lainnya.
“Lahan eks Vale dan kontrak karya hanya berkontribusi 1,98 persen pada pendapatan daerah. Ini sangat kecil, sehingga terjadi perlambatan penanganan kemiskinan di Luwu Raya dan Lutim, di wilayah yang memiliki kekayaan sumber daya alam,” ucapnya.
“Sudah waktunya Pemprov Sulsel dan Pemkab Luwu Timur tidak hanya menjadi penonton di wilayah kita sendiri. Kita harus berdaulat di wilayah sendiri, bagaimana memperjuangkan hak-hak masyarakat,” ungkapnya.
Pasca RDP tersebut, dorongan agar Pemprov Sulsel mengambil alih pengelolaan tambang nikel di Sorowako yang saat ini dikelola PT Vale Indonesia pun terus mengalir.
Gubernur Sulsel Andi Sudirman Sulaiman diminta untuk melakukan langkah-langkah serius untuk mewujudkan hal tersebut.
“Kita dukung (Pemprov Sulsel) untuk ambil alih. Tapi kan Pak Gubernur juga harus menyampaikan sampai di mana progres ambil alihnya. Kalau bisa, lebih serius untuk ambil alih,” kata Ketua KNPI Sulsel, Andi Surahman Batara, Rabu (1/2/2022).
Menurut Surahman, desakan ini semata-mata hanya untuk memberikan kesejahteraan kepada masyarakat Sulsel, khususnya warga yang tinggal di sekitar kawasan pertambangan.
“Memang kontrak karya PT Vale itu berakhir 2025, dan itu memang satu tahun sebelum berakhir itu harus melakukan negosiasi. Saya kira secara organisasi kita dukung untuk pengambilan alih dan tentu untuk kepentingan lebih besar untuk daerah khususnya wilayah Luwu Raya dan Luwu Timur,” ujarnya.
Menurut dia, Gubernur Sulsel sebaiknya segera memanggil stakeholder dan para pengusaha untuk duduk bersama melakukan negosiasi.
“Kalau bisa Pak Gubernur menyampaikan apa-apa saja progres saat ini, dan kalau perlu melibatkan pemerintah daerah, bupati dan pengusaha-pengusaha lokal di Sulsel. Untuk kontribusi daerah, kami KNPI siap dilibatkan,” ujarnya.
Sebelumnya, wacana dan aspirasi serta dorongan agar Pemprov Sulsel mengelola secara mandiri operasional pertambangan sumberdaya alam yang ada di wilayahnya, termasuk tambang nikel di Sorowako yang saat ini dikelola PT Vale juga datang dari Wakil Presiden ke 10 dan 12 RI, Jusuf Kalla (JK).
JK meminta kepada Gubernur Sulsel Andi Sudirman Sulaiman untuk mengambil alih tambang tersebut sebagai antisipasi terjadinya konflik seperti yang terjadi di PT Gunbuster Nickel Industry (GNI), di Morowali Utara, Sulawesi Tengah.
“Oleh karena itu, Pak Gubernur, itu harus dikembalikan ke masyarakat supaya jangan terulang lagi yang lebih besar, konflik yang terjadi di Morowali,” ujarnya.
Menurut JK, konflik yang terjadi di Morowali Utara itu disebabkan oleh beberapa hal. Di antaranya keselamatan kerja dan kesejahteraan.
Penyebab lainnya, kata dia, adanya ketidakadilan karena tenaga asing 4-5 kali lebih besar dibanding pekerja lokal dan juga masalah sosial.
“Supaya ini tidak terjadi. Tidak berarti mereka harus pulang, berhenti. Tapi kita harus maju. Jangan kekayaan itu kita hanya mendapatkan upah murah. Harus berkembang,” tuturnya.
Pria kelahiran Bone itu mengaku telah berdiskusi dengan para pengusaha di Sulsel untuk bisa mengelola tambang tersebut.
“Pokoknya, dari tambang ke smelter ke produk akhir harus kita berusaha mulai masuk ke situ. Jangan orang asing kita kasih karpet merah. Jangan hanya orang asing kita bangga-banggakan,” pungkasnya. (fdl)