MAKASSAR, INIKATA.co.id – Peredaran uang palsu di hari-hari besar keagamaan seperti lebaran kerap kali ditemukan. Fenomena ini terjadi seiring dengan meningkatnya permintaan penukaran uang di luar bank, terutama di lokasi-lokasi musiman seperti jalanan dan pusat keramaian.
Pengamat Ekonomi dari Unhas, Prof Muhammad Asdar, mengatakan momen menjelang lebaran kerap kali dimanfaatkan oleh oknum untuk mengedarkan uang palsu dengan berbagai modus.
Hal tersebut mengingat penggunaan uang menjelang lebaran ini sangat signifikan terutama dalam pemberian dan penerimaan uang Tunjangan Hari Raya (THR).
“Masyarakat agar terus berhati-hati dan selalu waspada dalam menilai keaslian uang. Selalu aware terhadap peredaran uang palsu setiap saat dan bukan hanya saat Ramadan saja,” kata Asdar, Minggu (16/3/2025).
Asdar menilai peran pemerintah dan aparat penegak hukum sangat diperlukan dalam memberikan atensinya terhadap peredaran uang palsu di tengah-tengah masyarakat.
“Ya hati-hati selalu dan pemerintah ya mengingatkan supaya waspada,” katanya.
Lebih lanjut, ia berharap pemerintah dan masyarakat dapat bersinergi dalam mendorong upaya pencegahan peredaran uang palsu.
Terpisah, Pengamat Ekonomi dari Unismuh Makassar, Abdul Muttalib Hamid, mengatakan menjelang perayaan Lebaran, kebutuhan masyarakat terhadap uang tunai meningkat secara signifikan. Fenomena ini sering dimanfaatkan oleh oknum tidak bertanggung jawab untuk mengedarkan uang palsu.
“Fakta menunjukkan bahwa peningkatan peredaran uang tunai selama musim mudik dan menjelang hari raya menjadi celah bagi pelaku kejahatan untuk menyebarkan upal,” ungkapnya.
Menurutnya, Bank Indonesia (BI) sebagai bank sentral memiliki peran utama dalam menjaga stabilitas moneter dan memastikan keaslian mata uang yang beredar.
“Selain BI, berbagai lembaga terkait seperti Kepolisian Republik Indonesia (Polri), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), perbankan, serta Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) turut berperan dalam pencegahan peredaran upal,” kata Muttalib.
Ia mengungkapkan, data menunjukkan bahwa terdapat peningkatan kasus uang palsu setiap menjelang hari raya, terutama di daerah dengan transaksi tunai yang tinggi seperti pasar tradisional dan pusat perbelanjaan.
Maka dari itu, ia meminta BI untuk terus mengedukasi masyarakat tentang ciri-ciri uang asli melalui kampanye 3D (Dilihat, Diraba, Diterawang) serta memperkenalkan fitur keamanan baru pada uang rupiah.
Hanya saja, kata dia, meskipun sosialisasi tentang ciri-ciri keaslian uang telah dilakukan, masih banyak masyarakat yang kurang memperhatikan aspek keamanan uang kertas dalam transaksi sehari-hari.
Selain itu, OJK dan perbankan harus mendorong transaksi non-tunai untuk mengurangi peredaran uang fisik, sehingga secara tidak langsung menekan peredaran UPAL.
“Sementara pihak kepolisian harus secara aktif melakukan operasi penindakan, mengungkap sindikat pemalsuan uang, serta memberikan sanksi tegas kepada pelaku,” terangnya.
“Mengantisipasi peredaran uang palsu menjelang Lebaran memerlukan kerja sama yang solid antara BI, kepolisian, OJK, Kominfo, serta masyarakat. Langkah-langkah preventif seperti peningkatan edukasi, penguatan sistem keamanan mata uang, serta dorongan terhadap transaksi digital menjadi faktor kunci dalam menekan peredaran uang palsu,” imbuhnya.
Sementara itu, Bank Indonesia (BI) Kantor Perwakilan Sulawesi Selatan (Sulsel) menyiapkan uang tunai layak edar sebesar Rp 5,1 triliun untuk memenuhi kebutuhan masyarakat selama Ramadan hingga Idulfitri. Jumlah ini meningkat 9 persen dibandingkan tahun lalu, seiring dengan peningkatan mobilitas masyarakat dan membaiknya perekonomian.
“Selama libur Ramadan dan Lebaran, masyarakat tidak perlu khawatir karena transaksi pembayaran tetap dilakukan melalui BI-FAST, yang tersedia non-stop,” ujar Kepala Perwakilan BI Sulsel, Rizki Ernadi Wimanda.
BI Sulsel juga mendorong penggunaan transaksi non-tunai melalui QRIS, termasuk fitur “tap” yang akan memudahkan pengguna. Selain itu, koordinasi dengan pemerintah daerah terus dilakukan untuk memperluas digitalisasi transaksi.
Untuk memenuhi kebutuhan uang tunai baru, BI Sulsel bekerja sama dengan perbankan menyediakan layanan penukaran uang di 70 titik lokasi di 24 kabupaten/kota. Layanan ini terbagi menjadi empat jenis yakni penukaran sinergi perbankan, layanan ritel rumah ibadah, layanan terpadu, dan layanan tematik Serambi Phinisi.
Masyarakat dapat menukar uang maksimal Rp4,3 juta per orang, dengan rincian pecahan yang telah ditentukan. Selain itu, penukaran uang khusus Rp75.000 juga tersedia maksimal 200 lembar per orang. Pemesanan penukaran dilakukan melalui aplikasi PINTAR sebelum datang ke lokasi.
BI Sulsel juga mengedukasi masyarakat tentang Cinta, Bangga, dan Paham Rupiah melalui spanduk dan banner di lokasi penukaran. Apresiasi diberikan kepada Pemerintah Provinsi Sulsel atas sinergi dan kolaborasi dalam mendukung pertumbuhan ekonomi dan stabilitas rupiah. (uni-fdl/wah)