Terjadi Lagi, Empat Kali Berturut-turut Alat Pendeteksi Gempa dan Tsunami di Sidrap Dibobol Maling

SIDRAP, INIKATA.co.id – Alat monitoring gempa dan peringatan dini tsunami di Sidrap dicuri orang tak dikenal.

Alat tersebut selama ini tersimpan di Desa Buae, Kecamatan Watang Pulu, Kabupaten Sidrap, Sulawesi Selatan.

Pencurian diperkirakan dilakukan pada Rabu (12/02/2025) sekitar pukul 23.00 WITA.

Alat yang hilang diantaranya 6 unit aki. Aki itu berfungsi sebagai penyuplai listrik untuk menghidupkan sensor seismograf serta 2 unit panel surya yang terpasang di atas bangunan shelter stasiun SPSI (Sidrap-Indonesia).

Kasus pencurian dan pengrusakan alat BMKG ini adalah yang keempat kalinya di lokasi yang sama.

Kali ini, pencuri bahkan membongkar bangunan shelter, dan merangsek masuk, dan mengambil seluruh baterai (aki) yang berfungsi sebagai sumber daya utama bagi stasiun monitoring gempa.

“Akibatnya, BMKG terpaksa mencabut seluruh peralatan yang tersisa, termasuk sensor, digitizer, dan peralatan komunikasi, untuk menghindari kerugian lebih besar,” kata Direktur Gempa bumi dan Tsunami BMKG, Daryono, Sabtu (15/02/2025).

Diketahui, wilayah ini secara tektonik merupakan daerah rawan gempa karena berada di jalur patahan aktif Sesar Walanae. Berdasarkan laporan Pusat Gempa Nasional (Pusgen, 2017), Sesar Walanae di Sulawesi Selatan bukanlah sesar mikro.

“Melainkan sesar regional yang dapat memicu gempa hingga magnitudo Mw7,1,” ucapnya.

Menurut peta seismisitas/kegempaan, kawasan Teluk Mandar, Pinrang, Rappang, dan Pare-Pare memiliki tingkat aktivitas kegempaan yang sangat tinggi akibat aktivitas Sesar Walanae.

Selain gempa bumi, wilayah ini juga berpotensi mengalami dampak ikutan gempa.

“Yaitu longsor (landslide), runtuhan batu (rockfall), dan likuifaksi,” ungkap Daryono.

Sebagai catatan, wilayah ini pernah diguncang gempa dahsyat berkekuatan Mw6,0 pada 29 September 1997, yang mengakibatkan: 16 orang meninggal dunia, 35 orang luka berat, 50 rumah rusak berat, dan lebih dari 200 rumah rusak ringan.

Pencurian peralatan BMKG sangat merugikan keselamatan masyarakat.

“Karena tanpa sensor gempa yang berfungsi, maka kecepatan dan akurasi BMKG dalam memberikan informasi gempa dan peringatan dini tsunami di Sulsel akan menurun,” ungkapnya.

Perlu diingat, bahwa wilayah Sulsel juga pernah terdampak tsunami dari Teluk Mandar yang dipicu gempa Mw6,3.

“Pada 11 April 1967, menyebabkan 58 orang meninggal dunia,” ujar Daryono.

Ia menghimbau pada masyarakat untuk tidak melakukan vandalisme.

“Kami memohon dengan sangat kepada masyarakat untuk tidak melakukan vandalisme, perusakan, atau pencurian peralatan BMKG. Jika belum bisa aktif terlibat dalam mitigasi bencana dan pengurangan risiko bencana, setidaknya jangan merusak alat yang bertujuan melindungi keselamatan banyak orang di Sulsel dan kami berharap pengertian dan perhatian dari semua pihak untuk menjaga keberlangsungan sistem peringatan dini bencana di Sulawesi Selatan khususnya dan di seluruh wilayah Indonesia pada umumnya,” ujarnya.

“Kami juga meminta pemerintah daerah untuk ikut berperan dalam mengamankan peralatan BMKG yang telah dipasang di lokasi strategis demi kepentingan masyarakat Sulsel,” tambahnya.

Dalam situasi dan kondisi saat ini, tidak mudah untuk segera mengganti peralatan yang hilang atau rusak, karena peralatan tersebut menggunakan teknologi canggih dengan biaya yang sangat tinggi. (**)