Eksekusi Lahan yang Sempat Ricuh di Makassar Bersengketa Sejak 2018

MAKASSAR, INIKATA.co.id – Eksekusi Lahan yang Sempat Ricuh di Makassar Bersengketa Sejak 2018 – Proses eksekusi lahan seluas 12.931 meter persegi di Jalan AP Pettarani, Kecamatan Panakkukang, Kota Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel), Kamis (13/2/2025) pagi sempat diwarnai kericuhan karena ratusan warga dan gabungan ormas berusaha melakukan perlawanan agar eksekusi lahan tersebut tidak jadi dilakukan. Kasus sengketa lahan tersebut tenyata sudah bergulir sejak tahun 2018.

Dalam proses panjang sengketa itu, Andi Baso Matutu akhirnya memenangkan gugatan berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Makassar No.49/Pdt/2018/PN.Mks juncto Pengadilan Tinggi Makassar Nomor 133/PDT/2019/PT MKS juncto Putusan Mahkamah Agungan dalam pemeriksaan Kasasi No. 2106 K/Pdt/2020 Juncto Putusan Peninjauan Kembali ke-1 No. 826 PK/Pdt/2021 juncto Putusan Peninjauan Kembali ke-2 No. 1133/PK/Pdt/2023.

“Sengketa lahan ini sudah bergulir lama dari tahun 2018, jadi Andi Baso Matutu dalam pemilik lahan di Jalan AP Pettarani kemudian bergulir ke pengadilan dan terjadi sengketa,” kata Kuasa Hukum Andi Baso, Hendra Karianga, Kamis (13/2/2025).

“Putusan tahun 2018 sampai 2020 itu Andi Baso Matutu dinyatakan sebagai pemilik sah atas tanah tersebut,” sambungnya.

Hendra menjelaskan bahwa, alas hak yang dimiliki kliennya adalah rincik dan telah memiliki kekuatan hukum tetap yang dimenangkan oleh kliennya, Andi Baso Matutu. Dengan demikian tidak ada lagi perdebatan tentang siapa sebenarnya yang berhak atas tanah yang berada di usat Kota Makassar itu.

“Jadi secara hukum klir, tidak ada masalah. Karena semua perdebatan apakah ini tanah milik A, milik B, milik C, sudah diklirkan oleh putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap,” tegasnya.

Dalan obyek lokasi yang dieksekusi oleh PN Makassar ini, selain lahan kosong, di lokasi tersebut juga terdapat 9 bangunan ruma toko dan satu bangunan gedung. Seluruh bangunan itu telah memiliki sertifikat hak milik (SHM) yang diterbitkan oleh Badan Pertanahan setempat.

Hendra menegaskan bahwa seluruh SHM itu adalah palsu berdasarkan putusan pidana. Putusan pidana itulah yang kemudian digunakan oleh Hendra untuk melakukan gugatan perdata agar SHM tersebut dibatalkan.

“SHM yang ada di atas alas hak rincik dan sudah dibatalkan karena palsu. Dasar putusan pidana palsu itu lah yang kami gunakan mengajukan gugatan di pengadilan, meminta supaya pengadilan membatalkan dan menyatakan tidak sah secara hukum SHM itu. Sudah ada putusan pembatalan,” paparnya.

Hendra juga menyayangkan adanya pemberitaan di media massa yang menyebutkan jika kliennya disebut sebagai mafia tanah. Ia menegaskan bahwa, hal tersebut sama sekali tidak benar.

“Saya tegaskan sekali lagi ada di media massa yang mengatakan bahwa klien saya adalah mafia tanah, itu tidak benar. Klien saya adalah pemilik tanah yang asli berdasarkan keputusan Mahkamah Agung,” tegasnya.

“Luas tanah 12 ribu sekian. Alas haknya adalah rincik. Itu dalam sistem hukum di Indonesia adalah merupakan hak adat. Hak adat itu memiliki kekuatan hukum yang sama dengan kekuatan hukum hak milik,” tambahnya.

Diketahui bahwa pihaknya telah mengajukan gugatan ke pengadilan setelah mengetahui adanya SHM palsu pada lahan tersebut.

“SHM yang ada diatas alas hak rincik dan sudah dibatalkan karena palsu. Dasar putusan pidana palsu itu lah yang kami gunakan mengajukan gugatan di pengadilan, meminta supaya pengadilan membatalkan dan menyatakan tidak sah secara hukum SHM itu. Sudah ada putusan pembatalan,” ujar Hendra Karianga.

Dia juga menyampaikan bahwa kliennya itu dituduh menggunakan surat palsu dari orang yang memalsukan surat palsu itu sendiri.

“Hukumnya beda dengan perdata. Perdata menyangkut hak kedudukan hukum, pidana itu masalah lain. Kan dia dituduh menggunakan surat palsu dalam perspektif hukum orang yang memalsukan surat itu belum ditemukan siapa pelakunya, kenapa orang yang menggunakan dihukum sementara dia tidak tahu masalahnya. Itu yang sedang kami perjuangkan sampai ke kasasi nanti,” ujarnya.

Sebelum pelaksanaan eksekusi ini, kata Hendra, telah ada upaya hukum perlawanan yang dilakukan oleh pihak ketiga (derden verzet) pada tahun 2022 oleh . Pihak ketiga tersebut adalah mereka yang menguasai tanah dan banungan dalam perkara tersebut.

“Dalam putusan PN Makassar menyatakan bahwa menolak semua perlawanan para pihak ketiga. Sempat dilakukan banding di Pengadilan Tinggi Makassar namun pengadilan menyatakan menolak dalam putusan banding dan menguatkan putusan PN Makassar sehingga upaya hukum pihak ketiga atas upaya eksekusi telah selesai dan putusan a quo memiliki kekuatan hukum tetap,” jelasnya.

“Itu bukti-bukti surat yang dianggap palsu itu sudah dipertimbangkan MA dalam peninjauan kembali kedua (PK2) hakim menyatakan bahwa bukti-bukti yang dianggap palsu itu bukan bukti hak, jadi tidak ada pengaruh dengan perdata,” ucap Hendra Karianga.

“Jadi pemilik-pemilik SHM yang ada ruko-ruko itu sudah dinyatakan batal SHM-nya,” pungkasnya, (Ancha).