MAKASSAR, INIKATA.co.id – Program penyaluran beras murah melalui Stabilitas Pasokan Harga Pangan (SPHP) dan bantuan pangan berupa beras 10 kilogram resmi ditunda mulai Jumat, 7 Februari 2025.
Kebijakan ini diambil untuk menjaga harga Gabah Kering Panen (GKP) agar tidak jatuh di bawah Harga Pembelian Pemerintah (HPP), yang ditargetkan sebesar Rp6.500 per kilogram.
Kepala Kanwil Perum Bulog Sulselbar, Akhmad Kholisun, membenarkan penghentian sementara ini. Menurutnya, bantuan beras 10 kilogram yang telah berjalan sejak Januari 2025 kini dihentikan sementara mulai 7 Februari.
“Jadi memang pemerintah memutuskan pertama untuk bantuan pangan 10 kilogram sementara pelaksanaannya ditunda, dan juga SPHP ditunda,” ujar Akhmad, Senin (10/2).
Ia menjelaskan bahwa keputusan tersebut diambil berdasarkan pertimbangan menjaga kestabilan harga gabah di tingkat petani.
Jika bantuan beras terus digulirkan saat panen raya, harga gabah dikhawatirkan akan semakin merosot di bawah HPP.
“Pada saat panen, harga gabah sering kali jatuh di bawah HPP. Kalau ditambah dengan bantuan pangan, maka harganya akan semakin turun,” ungkap Akhmad.
Ia juga menambahkan bahwa masa berlaku penundaan ini belum ditentukan. Saat ini, Bulog diarahkan untuk fokus menyerap gabah kering dari petani sesuai HPP.
“Maka untuk sementara ini Bulog diminta untuk melakukan penyerapan gabah, tentunya dengan harga HPP,” katanya.
Pengamat Ekonomi Universitas Hasanuddin (Unhas), Anas Anwar, mengkritisi keputusan pemerintah tersebut.
Menurutnya, pemerintah seharusnya memiliki dasar yang kuat sebelum menghentikan bantuan beras 10 kilogram, karena kebijakan ini berpotensi meningkatkan harga beras di pasaran.
“Pemerintah harus punya landasan yang jelas dalam kebijakan ini. Jika bantuan beras ditahan, maka harga beras akan melonjak,” ujar Anas.
Ia menilai, penundaan bantuan ini akan semakin membebani masyarakat kurang mampu yang selama ini mengandalkan program bantuan pangan dari pemerintah.
“Masyarakat yang layak menerima bantuan akan menghadapi harga beras yang mungkin tidak terjangkau untuk kebutuhan mereka,” tambahnya.
Anas juga mempertanyakan keseriusan pemerintah dalam berpihak kepada masyarakat yang rentan.
Ia menyebut, langkah ini menunjukkan bahwa dukungan pemerintah terhadap kelompok tersebut cenderung setengah hati.
“Dasar kebijakan ekonominya apa? Kalau alasannya untuk meningkatkan harga gabah demi kesejahteraan petani, maka perlu diperjelas. Di sisi lain, masyarakat kurang mampu justru ditinggalkan,” pungkasnya.(Fadli)