DP3A Makassar Sesalkan Mandeknya Kasus Kekerasan Seksual di SLB Laniang

MAKASSAR, INIKATA.co.id – Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kota Makassar menyayangkan mandeknya kasus kekerasan seksual terhadap siswa disabilitas di SLB Laniang.

Kasus yang mencuat beberapa waktu lalu ini dinilai mengalami hambatan dan belum menemukan solusi hingga kini.

Kepala DP3A Kota Makassar, Achi Soleman, mengkritik sikap pihak sekolah yang dianggap kurang berpihak pada korban.

Bahkan, menurutnya, terdapat beberapa organisasi yang mendukung pelaku yang diketahui merupakan seorang guru di sekolah tersebut.

“Kasus ini cukup heboh, tetapi ada organisasi yang justru membela pelaku. Tidak boleh ada pembelaan semacam itu karena pelakunya adalah seorang guru. Kami menegaskan bahwa organisasi tidak seharusnya membela tindakan salah seperti ini,” ujar Achi, Senin (20/1).

Achi juga menyampaikan pandangannya saat kunjungan Komisi IX DPR RI ke Makassar. Di hadapan perwakilan PGRI, ia menegaskan bahwa kekerasan seksual tidak boleh ditoleransi, apalagi melalui mediasi yang tidak berpihak kepada korban.

“Kekerasan seksual tidak boleh dimediasi. Kita harus berpihak pada korban, apalagi korban adalah anak perempuan dengan disabilitas yang membutuhkan perlindungan ekstra. Kami berkomitmen untuk memberikan pendampingan maksimal kepada korban,” tegas Achi.

Pihak DP3A, lanjut Achi, telah menyediakan pendampingan psikologis, baik untuk korban maupun keluarganya.

Ia memastikan kasus ini tetap dipantau, termasuk proses hukum yang sedang berlangsung di kepolisian.

“Kami terus memastikan bahwa pelaku telah ditetapkan sebagai tersangka. Kami juga akan memantau kelanjutan proses hukum hingga kasus ini tuntas,” imbuhnya.

Achi juga mengungkapkan bahwa keluarga korban telah memutuskan untuk memindahkan korban ke sekolah lain, mengingat sekolah sebelumnya dinilai tidak memberikan perlindungan yang layak bagi korban.

Di sisi lain, pendamping hukum keluarga korban, Ambara Dewita, mendesak semua pihak terkait, termasuk Dinas Pendidikan, PGRI, dan kepolisian, untuk segera mengambil langkah tegas dalam menuntaskan kasus ini.

“Kami meminta agar seluruh pihak bertindak tegas dan berpihak pada korban, sesuai dengan mandat Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS),” kata Ambara.

Ia juga menegaskan pentingnya penanganan yang sensitif dan profesional terhadap kasus kekerasan seksual demi masa depan generasi muda Indonesia.

“Penanganan yang tepat dan cepat harus menjadi prioritas, agar tidak ada lagi korban yang merasa dirugikan saat melapor,” tutupnya.

DP3A mengimbau masyarakat untuk berani melapor jika menemukan kasus kekerasan seksual.

“Jangan anggap itu aib. Kita harus bersuara dan melaporkan kasus-kasus seperti ini ke pihak berwenang agar penanganan maksimal bisa dilakukan,” tandas Achi.(Nuni)