MAKASSAR, INIKATA.co.id – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat total utang masyarakat Indonesia di layanan buy now, pay later (BNPL) atau paylater mencapai Rp30,36 triliun per November 2024.
Angka ini meningkat dari bulan sebelumnya yang mencapai Rp29,66 triliun. Data tersebut meliputi utang dari sektor perbankan dan industri multifinance yang menyediakan layanan serupa.
Pengamat Ekonomi Universitas Muhammadiyah (Unismuh) Makassar, Abdul Muthalib, menyebutkan bahwa pertumbuhan utang paylater yang signifikan ini mencerminkan peningkatan akses masyarakat terhadap fasilitas keuangan formal.
“Meskipun memberikan akses kredit, banyak pengguna memanfaatkan paylater untuk konsumsi yang tidak produktif,” ujar Abdul pada Kamis (16/1/2025).
Ia mengingatkan bahwa fenomena ini meningkatkan risiko gagal bayar yang dapat memperburuk rasio kredit bermasalah (Non-Performing Loan/NPL) dalam sistem keuangan.
Abdul menjelaskan bahwa tingginya penggunaan paylater untuk keperluan konsumtif dapat memicu kenaikan jumlah kredit bermasalah di lembaga keuangan.
“Lembaga keuangan akan terpaksa menyediakan cadangan lebih besar untuk menutup potensi kerugian akibat meningkatnya NPL. Hal ini akan mengurangi kemampuan mereka untuk menyalurkan kredit baru, terutama untuk kebutuhan produktif seperti Kredit Pemilikan Rumah (KPR) atau pinjaman kendaraan,” ungkapnya.
Selain itu, lembaga keuangan cenderung lebih berhati-hati dalam memberikan pinjaman baru. Kondisi ini berpotensi memperlambat konsumsi masyarakat dan, pada akhirnya, berdampak pada perlambatan pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan.
“Pengguna paylater dengan riwayat kredit buruk juga akan sulit mendapatkan akses ke pinjaman produktif di masa depan. Siklus negatif ini menunjukkan kebutuhan mendesak akan pengawasan ketat dan edukasi finansial bagi masyarakat,” jelas Abdul.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, melaporkan bahwa kredit paylater perbankan mencapai Rp21,77 triliun per November 2024. Angka ini tumbuh 42,68 persen secara tahunan (year-on-year).
“Baki debet kredit BNPL pada November 2024 tumbuh 42,68 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Namun, pertumbuhannya melambat dibandingkan Oktober 2024 yang mencapai 47,92 persen,” ujar Dian dalam konferensi pers daring, Selasa (7/1).
Di sisi lain, Kepala Eksekutif Pengawasan Lembaga Pembiayaan OJK, Agusman, melaporkan bahwa kredit paylater melalui perusahaan pembiayaan atau multifinance mencapai Rp8,59 triliun pada periode yang sama. Jumlah tersebut tumbuh 61,90 persen secara tahunan.
Namun, Agusman juga mencatat bahwa pembiayaan bermasalah paylater yang tercermin dari Non-Performing Financing (NPF) tercatat sebesar 2,92 persen (gross) dan 0,81 persen (nett).
Abdul menekankan bahwa fenomena penumpukan utang paylater membutuhkan perhatian serius dari otoritas terkait. “Meskipun memudahkan akses kredit, penggunaan paylater secara berlebihan dapat membawa risiko serius bagi stabilitas ekonomi jangka panjang,” tegasnya.
Ia mendorong otoritas dan lembaga keuangan untuk mengambil langkah preventif guna memitigasi dampak negatif dari fenomena ini terhadap perekonomian nasional.
Berita ini telah disusun sesuai dengan kaidah jurnalistik yang berlaku.(Fadli)