Kader dan Parpol Tak Sejalan di Pilkada

MAKASSAR, INIKATA.co.id – Pada kontestasi Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2024 kali ini, dukungan partai politik berpotensi tak sejalan dengan para kadernya sendiri. Bahkan di beberapa daerah Sulawesi Selatan (Sulsel), terdapat kader partai politik tertentu yang maju bertarung tanpa dukungan partainya.

Misalnya pada Pilkada Kabupaten Barru, Ketua DPD II Golkar Barru, Mudassir Hasri Gani (MHG) yang menjadi pasangan dari dokter Ulfah dan tak diusung oleh partainya sendiri.

Baca juga:

Pilkada Bantaeng, Pasangan Uji-Sah Resmi Terima SK B1 KWK DPP PKS 

Intrik Golkar pun juga terjadi pada Pilwali Pare-Pare. Dukungan partai ‘beringin rindang’ dilabuhkan kepada Ketua DPD II Golkar Pare-Pare, Erna Rasyid Taufan. Sementara istri dari Ketua Golkar Sulsel Taufan Pawe itu juga akan melawan kader Golkar lainnya yakni Andi Nurhaldin Nurdin Halid.

Sesama kader Golkar juga dipastikan akan berhadapan pada Pilkada Sidrap. Di mana Calon Wakil Bupati Sidrap, Nurkanaah yang sebelumnya resmi masuk Golkar dan mengantongi B.1 KWK bersama Syaharuddin Alrif, harus berlapang dada saat dukungan tersebut beralih ke pasangan Mashur Bin Mohd Alias dan Muhammad Nasiyanto.

Sementara di Pilwali Palopo, Golkar lebih memilih mengusung Rahmat Masri Bandaso (RMB) ketimbang mendukung Ketua Harian DPD II Golkar Palopo, Nurhaenih.

Baca juga:

Golkar Terbitkan 10 SK Cagub-Cawagub Pilkada 2024, Berikut Daftarnya

Pengamat Politik Nurmal Idris mengatakan, usungan Parpol yang berbeda dengan kadernya sendiri karena umumnya akibat faktor elektabilitas dan kekuatan pendanaan biaya kampanye.

“Banyak sekali pertimbangan partai untuk memilih kandidat seperti elektabilitas dan kemampuan mendanai biaya kampanye ini yang jadi pertimbangan dia usung calon lain,” ucap Nurmal, Senin (16/9/2024).

Menurutnya, keputusan partai dalam mengusung pencalonan Pilkada pasti berharap agar dapat memenangkan konstalasi. Tentu, dengan pertimbangan itu sehingga sekalipun kadernya sendiri tidak mendapat rekomendasi.

“Bagi mereka mungkin buat apa usung kader kalau Kita kalah. Karena biasanya juga ada yang punya elektabilitas bagus tapi biaya kampanye minim,” jelasnya.

Sebagai kader partai, Nurmal mengatakan kondisi itu merupakan konsekuensi. Mereka yang menginginkan maju sebagai calon kepala daerah tapi tak direstui, harus tunduk terhadap keputusan.

“Orang berpartai itu lah konsekwensinya. Klau dia mau maju tapi tidak disusun g partainya tentu ria harus mundur,” bebernya.

Dia mengatakan bahwa kejadian seperti ini bukan lagi fenomena tapi hal yang wajar terjadi dalam perhelatan Pilkada. Apalagi praktik partai itu sangat pragmatis.

“Jadi menurut saya hal yang wajar, karena pilkada itu kan sangat mendominasi pragmatis politik,” ungkapnya.

Meski pun lanjut dia, partai juga harus mampu melihat perjuangan kadernya sendiri untuk membesarkan nama organisasinya.

“Jadi kalau saya itu hal yang wajar, dalam konteks seperti itu memang tidak elok kader yang sudah berdarah-darah bertahun tahun TPI itu kan konsekwensi,” pungkasnya. (Fadli)