Babak Baru Bendungan Passeloreng Wajo, Warga Pemilik Tanah 42 HA Tolak Aktivitas LARAP

MAKASSAR, INIKATA.co.id – Sejumlah warga pemilik lahan atau pemegang hak pada lokasi 42, 97 ha di Desa Paselloreng, Kecamatan Gilireng, Kabupaten Wajo menolak proses studi LARAP (Land Acquisition and Resettlement Action Plan) atas permasalahan pengadaan tanah pembangunan Bendungan Paselloreng yang dinilai tidak transparan dan adil dalam memastikan hak-hak warga yang terdampak dipenuhi.

Kuasa Hukum warga 42 Hektare, Firmansyah, mengatakan sejumlah warga yang lahannya terdampak atas pembangunan Bendungan Paselloreng tersebut, meminta, aktivitas LARAP yang dilakukan oleh Balai Besar Wilayah Sungai Pompengan Jeneberang (BBWS Pompengan Jeneberang) di Desa Paselloreng, Kecamatan Gilireng tersebut, dilakukan tanpa ada informasi atau sosialisasi sebelumnya kepada pihak pemilik atau pemegang hak pada lokasi 42, 97 ha yang dimaksud.

Baca juga:

Indeks Kerawanan Pemilu di Sulsel Masuk Kategori Rawan Rendah

“Warga pemilik lahan nanti mengetahui aktivitas tersebut di Agustus 2024,” sebut Firmansyah di Makassar, Selasa (3/9/2024).

Saat sejumlah warga pemilik lahan 42,97 Ha yang terdampak pembangunan Bendungan Paselloreng mempertanyakan aktivitas LARAP yang disebut tanpa ada informasi dan sosialisasi sebelumnya, pihak BBWS Pompengan Jeneberang memperlihatkan surat bernomor: UM.01.02/Au 10.2/64, perihal  Permohonan Pendampingan tertanggal 21 Juni 2024.

“Atas informasi tersebut, sebagai Kuasa Hukum warga, kami melayangkan surat klarifikasi kepada BBWS Pompengan Jeneberang dengan surat Nomor:002/MAMT/VIII/2024/mks, tertanggal 7 Agustus 2024,” terang Firmansyah.

Baca juga:

Warga Keluhkan Jembatan Kayu Akses Bili-bili, Dewan Pertanyakan Hasil RDP

Selang sepekan lebih tepatnya 26 Agustus 2024, pihak BBWS Pompengan Jeneberang lalu menjawab surat kuasa hukum dengan Nomor: UMU102-Au1, perihal permintaan klarifikasi. Di mana dalam surat tersebut, pada intinya BBWS Pompengan Jeneberang telah mengimplementasikan hasil Berita Acara Rapat Tindak Lanjut Permohonan Audiensi Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Wajo tertanggal 19 Mei 2023 dan juga telah diadakan pertemuan konsultasi Masyarakat (PKM) terhadap area dampak genangan Bendungan Paselloreng, Kabupaten Wajo.

Jawaban dari pihak balai tersebut, kata Firmansyah, jelas tidak didasarkan pada kenyataan yang sebenarnya, karena warga baru mengetahui pelaksanaan studi LARAP nanti pada Agustus 2024, sementara studi LARAP telah dimulai atau dijadwalkan pada Juni hingga Oktober 2024.

“Jadi warga diberitahu pada Agustus 2024 sebagaimana tertuang dalam surat pihak BBWS Pompengan Jeneberang Nomor: UM.01.02/Au 10.2/64, perihal permohonan pendampingan tertanggal 21 Juni 2024,” ungkap Firmansyah.

Lebih jauh Firmansyah menjelaskan, berdasar jawaban pihak balai melalui surat nomor: UMU102-Au1 perihal permintaan klarifikasi tertanggal 26 Agustus 2024 di atas, dapat dilihat suatu pengingkaran rekomendasi dari berita acara pada Jumat, 19 Mei 2023 sebagai hasil pertemuan antara pihak Pemda Wajo, Badan Pertanahan Nasional dan Kementerian Agraria Tata Ruang (BPN/ATR) Kabupaten Wajo dengan pihak BBWS Pompengan Jeneberang.

Dengan tidak dilibatkannya warga oleh BBWS Pompengan Jeneberang, lanjut Firmansyah, menunjukkan bahwa tidak adanya sikap hati-hati atau bentuk kesadaran untuk bertobat agar tidak lagi merugikan negara sebagaimana adanya kasus korupsi pada Bendungan Paselloreng yang sebelumnya telah menyeret Eks Sekretaris BPN dan sejumlah Kepala Desa (Kades) di Wajo menjadi tersangka kasus mafia tanah Bendungan Paselloreng Wajo.

“Rekomendasi berita acara pada Jumat, 19 Mei 2023 tersebut sepatutnya dimaknai sebagai bentuk fakta, yang fakta itu menjadi syarat boleh atau tidaknya pihak BBWS Pompengan Jeneberang melakukan tindakan atau perbuatan hukum terhadap warga pemilik atau pemegang hak atas tanah yang terkena dampak dari Pembangunan Bendungan Paselloreng,” tegas Firmansyah.

Ketentuan tersebut, kata dia, dapat dilihat dalam UU Nomor 30 tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintah Pasal 46 ayat (1) yang menyebutkan bahwa badan dan/atau pejabat pemerintahan memberikan sosialisasi kepada pihak-pihak yang terlibat mengenai dasar hukum, persyaratan, dokumen, dan fakta yang terkait sebelum menetapkan dan/atau melakukan keputusan dan/atau tindakan yang dapat menimbulkan pembebanan bagi warga masyarakat.

Selain terkait syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh pejabat negara sebelum melakukan keputusan tindakan hukum, kata Firmansyah, bagi pejabat negara, sebagaimana disebutkan di atas, juga diwajibkan untuk memberitahukan kepada warga negara paling lama 10 hari sebelum tindakan tersebut diambil. hal mana dapat dilihat pada Pasal 47 UU Nomor 30 tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintah berbunyi “Dalam hal Keputusan menimbulkan pembebanan bagi Warga Masyarakat sebagaimana dimaksud dalam  Pasal 46 ayat (1), maka badan dan/atau pejabat pemerintahan wajib memberitahukan kepada pihak-pihak yang bersangkutan paling lama 10 hari kerja sebelum menetapkan dan/atau melakukan keputusan dan/atau tindakan, kecuali diatur lain dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.

“Seyogianya pihak BBWS Pompengan Jeneberang dalam melakukan studi LARAP tersebut, tidak mengingkari atau mengabaikan hasil rekomendasi tertanggal 19 Mei 2023 yang mana secara terang bahwa akan melibatkan warga sebagai pemilik atau pemegang hak atas tanah dari 42, 97 Ha tersebut,” jelas Firmansyah.

Terpisah, Kepala Bagian Umum dan Tata Usaha BBWS Pompengan Jeneberang, Mat Nasir mengatakan, saat ini Tim LARAP sementara kerja.

Adapun mengenai keberatan Kuasa Hukum warga pemilik lahan atau pemegang hak atas lahan seluas 42,97 Ha yang terdampak pembangunan Bendungan Paselloreng yang menilai studi LAPAR yang dilaksanakan oleh BBWS Pompengan Jeneberang tidak transparan, kata Mat Nasir, Kuasa Hukum warga berpendapat itu sah-sah saja.

“Ya sah-sah saja kuasa hukum berpendapat, kalau kami akan menunggu hasil LARAP,” tutur Mat Nasir.

“Karena biasanya tim LARAP itu tidak bisa ditarik-tarik oleh kepentingan tertentu, makanya saudara juga bantu mencari info yang logis terhadap keluhan tersebut,” Mat Nasir menambahkan.

Hasil Verifikasi Faktual Tim Independen

Pada Selasa 9 Agustus 2022, telah dilakukan pertemuan dengan forkopimda Kabupaten Wajo di ruang pola Kantor Bupati Wajo.

Dalam pertemuan tersebut, disepakati dibentuk tim independen terhadap dampak pembangunan Bendungan Paselloreng yang beranggotakan masing-masing Kepala Balai Besar Balai Wilayah Sungai Pompengan Jeneberang (BBWS Pompengan Jeneberang), KODIM Kabupaten Wajo, Polres Kabupaten Wajo, Kejaksaan Negeri Kabupaten Wajo, BPN/ATR Kabupaten Wajo, Pemerintah Kecamatan dan Desa setempat.

Bupati Wajo, Amran Mahmud lalu mengeluarkan Keputusan Bupati Wajo Nomor 381 Tahun 2022 Tentang Pembentukan Tim Independen Terhadap Dampak Pembangunan Bendungan Paselloreng tertanggal 12 Agustus 2022.

Tim Independen lalu melaksanakan proses verifikasi lapangan selama 2 hari terhitung sejak 22 September 2022 hingga 23 September 2022 atas lahan warga sebagaimana tertuang dalam surat nomor: 100/1966/Setda yang statusnya bersifat penting, perihal penyampaian, tertanggal 21 September 2022.

“Sebanyak 13 bidang tanah dengan luas 42, 97 Ha tersebar di dua kecamatan yakni Kecamatan Gilireng dan Kecamatan Maniang Pajo, Kabupaten Wajo yang dilakukan verifikasi faktual oleh Tim Independen,” ujar Firmansyah.

Pada Kecamatan Gilireng terdapat dua yakni Desa Arajang dan Desa Paselloreng. Di mana pada Desa Arajang terdapat tiga bidang, yakni NIB: 02337 Lompok Awokawoe, NIB: 02216, Lompok Awokawoe dan NIB: 02336 Lompok Awokawoe.

Kemudian pada Desa Paselloreng terdapat sembilan bidang tanah masing-masing dengan NIB: 03451 Lompok Panasa Lupae. NIB: 03449 Lompok Laponcing, NIB: 03445 Lompok Bulu kalosie, NIB: 03446 Lompok Paboce, NIB: 03441 Lompok Raddae, NIB: 03444 Lompok La Faa, NIB: 03447 Lompok Padang Majeng, NIB: 03448 Lompok Salo Marukkeleng dan NIB: 03452 Lompok Posi Tanae.

Sementara di Kecamatan Maniang Pajo, terdapat satu bidang tanah di Desa Minanga Tellue yakni NIB: 00063 Lompok Abbolongeng.

Adapun hasil dari verifikasi lapangan oleh Tim Independen sebagaimana tertuang dalam laporan pelaksanaan verifikasi pengadaan tanah dampak Bendungan Paselloreng yang ditandatangani oleh Wakil Bupati Kabupaten Wajo selaku Pengarah Tim Independen Terhadap Dampak Pembangunan Bendungan Paselloreng tertanggal 1 Nopember 2022, disebutkan bahwa telah ditemukan adanya perbedaan data fisik atau perbedaan antara calon penerima ganti kerugian hak atas tanah dan jumlah tanaman dari hasil satgas P2T (Panitia Pengadaan Tanah) sebagaimana tertuang dalam daftar nominatif (yang akan di bayar) dengan fakta lapangan.

“Misalnya dalam temuan tersebut pada bidang tanah dengan NIB: 02337 Lompok Awokawoe, di Desa Arajang, hasil satgas P2T sebagaimana tertuang dalam daftar nominatif atau calon penerima ganti kerugian sebanyak 12 orang, namun hasil verifikasi lapangan pemilik atau pemegang hak sebenarnya adalah 10 orang,” ungkap Firmansyah.

Selain temuan perbedaan subjek (orang) pemegang hak atau calon penerima ganti kerugian, juga ditemukan adanya jumlah tanaman pada bidang tanah NIB: 02337 Lompok Awokawoe, Desa Arajang yang mana jumlah tanaman dari bidang tersebut sebelum verifikasi lapangan sebanyak 5.174 pohon, sementara hasil verifikasi lapangan ditemukan jumlah pohon yakni 2.037 pohon atau terdapat selisih sebanyak 3.137 pohon.

Firmansyah mengungkapkan, perbedaan subjek dan jumlah tanaman bukan hanya terjadi pada Desa Arajang, namun juga terjadi pada Desa Paselloreng.

Pada bidang tanah NIB: 03448 sebelum verifikasi lapangan tercatat subjek jumlah 5 orang dan tanaman sebanyak 5.510 pohon. Setelah dilakukan verifikasi lapangan, ditemukan jumlah orang hanya sebanyak 4 orang dan jumlah pohon sebanyak 2.623 pohon atau terdapat selisih sebanyak 2.887 pohon.

Begitu pula terjadi pada Desa Minanga Tellue, Kecamatan Maniang Pajo. Terdapat perbedaan subjek dan jumlah tanaman setelah dilakukan verifikasi lapangan.

“Jadi perbedaan subjek maupun jumlah tanaman bukan hanya terjadi pada desa Arajang, tapi juga terjadi pada Desa Paselloreng. Di mana pada bidang tanah NIB 00063 sebelum verifikasi lapangan sebanyak 13 orang dan jumlah tanaman tercatat 14.706 pohon. Hasilnya setelah verifikasi lapangan ditemukan jumlah subjek ternyata hanya 6 orang dan jumlah tanaman sebanyak 7.009 pohon atau terdapat selisih dari fakta lapangan sebanyak 7.697 pohon,” sambungnya.

Dari hasil pelaksanaan verifikasi pengadaan tanah dampak pembangunan Bendungan Paselloreng tersebut, maka digelar rapat tindak lanjut permohonan audiensi Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Wajo tepatnya pada Jumat 19 Mei 2023.

Pihak-pihak yang hadir dalam pertemuan tersebut yakni dari Pemerintah Daerah Kabupaten Wajo, H. Amran selaku Wakil Bupati Kabupaten Wajo), A.M Alfati selaku Camat Gilireng dan Nisriani selaku Kepala Bagian Pemerintahan Pemkab Wajo.

Dari pihak BPN/ATR Kabupaten Wajo yang juga turut hadir yakni Syamsuddin selaku Kepala BPN/ATR Wajo serta pihak Balai Besar Balai Wilayah Sungai Pompengan Jeneberang diwakili oleh Alexander selaku Satker, Samuel selaku PPK tanah, Halimah, Nur laela selaku Kabid.

Pertemuan yang dihadiri oleh semua pihak berkepentingan dilaksanakan di Kantor Balai Besar Balai Wilayah Sungai Pompengan Jeneberang.

“Di mana dalam pertemuan tersebut disepakati bahwa terhadap hasil Tim Independen Terhadap Dampak Pembangunan Paselloreng akan dilakukan studi LARAP terhadap lokasi seluas 42, 97 Ha,” Firmansyah menandaskan. (Nca)