OPINI
Oleh Usman Lonta (Anggota DPRD Provinsi Sulsel)
Baru baru ini saya dikirimi link berita oleh salah seorang teman bahwa ada satu desa di Sulawesi Selatan yang sudah tiga bulan tidak mengikuti proses belajar mengajar. Penyebabnya adalah ketiadaan guru.
Sangat ironis dan miris kita membaca berita tersebut. Di tengah pameran kemewahan upacara di IKN yang menelan biaya 80 an milyar bahkan boleh jadi lebih, masih ada warga negara yang belum menikmati pendidikan yang merupakan tugas utama negara sesuai dengan pembukaan UUD 45 alinea ke 4.
Momentum kasus tersebut di atas berhadapan dengan pemilihan kepala daerah serentak, artinya salah satu kabupaten tersebut adalah peserta pilkada serentak.
Upaya menggaet dukungan, baik calon pertahana, maupun calon baru sudah berlangsung sepanjang tahun, bahkan semakin mendekati pendaftaran pilkada semakin mengerucut kandidat tersebut ke arah petahana.
Agak ironis memang, karena sejatinya partai politik berfungsi untuk mengagregasi kepentingan publik berubah arah ke kepentingan sesaat yang sangat prakmatis.
Melakukan rekrutmen calon kepala yang bertanggung jawab terhadap tugas mencerdaskan kehidupan bangsa, meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan menuntun masyarakat untuk mencapai keadilan.
Jika partai politik mempunyai kepekaan yang tinggi dalam melakukan rekrutmen calon kepala daerah maka dengan alasan apapun kepala daerah yang gagal memenuhi hajat pendidikan masyarakat, sebaiknya dihindari untuk dicalonkan.
Namun jika partai politik buta tuli dan tak mau lagi peduli dengan kejadian tersebut maka masyarakat sudah sewajarnya jika partai partai tersebut diberikan hukuman pada pemilihan umum yang akan datang.
Saya meyakini bahwa pemilih kita terbentang harapan pada partai pilihan nya agar mwrekrut calon kepala daerah baik, merumuskan kebijakan publik yang baik maupun memberikan pelayanan publik prima.
Bentangan harapan ini menjadi hampa ketika pelayan dasar yang merupakan urusan wajib pemerintah tidak dipenuhi dengan baik seperti pendidikan dan kesehatan.
Jika masyarakat tidak memberikan hukuman kepada partai yang gagal memenuhi harapan publik, lambat laun pemilu akan menjadi hambar, pemilu/pilkada hanya sebagai alat ligitamasi untuk meneruskan kekuasaan bukan menjalankan fungsi negara sesuai dengan UUD 45.
wallahu a’lam bishshawab
Tulisan ini dipersembahkan bagi warga yang belum merasakan kemerdekaan Sungguminasa 17 Agustus 2024.