Dampak Ekspor Sulsel Per Kuartal I/2024 Turun 15 Persen 

MAKASSAR, INIKATA.co.id – Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat nilai ekspor asal Sulawesi Selatan (Sulsel) per kuartal I/2024 sebesar US$512,27 juta. Hal ini, mengalami penurunan sebesar 15,01 persen jika dibanding periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai US$602,71 juta.

Kepala BPS Sulsel Aryanto mengungkapkan, penurunan nilai ekspor ini dipengaruhi oleh berkurangnya ekspor dari dua komoditas utama, yaitu nikel dan biji-bijian berminyak. Keduanya mencatatkan penurunan nilai yang cukup dalam pada kuartal pertama tahun ini.

Nilai ekspor untuk nikel pada kuartal I/2024 tercatat hanya US$229,94 juta, padahal periode yang sama tahun sebelumnya bisa mencapai US$363,18 juta. Penurunan untuk komoditas ini mencapai 36,69 persen.

Sementara biji-bijian berminyak menjadi yang paling terkontraksi. Pada Januari-Maret 2024 realisasi nilai ekspor komoditas ini sebesar US$36,83 juta, turun 40,62 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang mencapai US$62,02 juta.

“Dari lima besar komoditas unggulan ekspor asal Sulsel, dua di antaranya mengalami kontraksi, dan cukup dalam. Kondisi ini sangat mempengaruhi total nilai ekspor Sulsel pada tiga bulan pertama ini,” ucap Aryanto dalam keterangan yang diperoleh, Sabtu (20/7/2024).

Sedangkan tiga komoditas lain yang menjadi penyumbang ekspor paling besar tercatat mengalami pertumbuhan yaitu besi dan baja sebesar US$126,33 juta atau tumbuh 27,11 persen; ikan dan udang sebesar US$30,61 juta atau tumbuh 139,26 persen; dan lak, getah dan damar sebesar US$22,54 juta atau tumbuh 4,1 persen.

Terpisah, Pengamat Ekonomi dan Keuangan Universitas Muhammadiyah (Unismuh) Makassar Sutardjo Tui mengatakan, penurunan nilai ekspor ini apabila di ekuivalen-kan dengan rupiah, penurunannya sedikit karena tahun lalu dan tahun ini kurs valuta asing berbeda.

“Karena menurut data BPS Sulsel menunjukkan bahwa neraca perdagangan periode Januari – Mei 2024 surplus sebesar Rp6,4 triliun. Artinya kendatipun ekspor Sulsel turun tapi diikuti pula oleh penurunan angka impor,” jelasnya.

Menurutnya, surplus berarti masih lebih banyak ekspor dari pada impor, oleh sebab itu dengan naik nilai dollar AS terhadap nilai rupiah bagi daerah lain menimbulkan masalah.

“Tapi bagi Sulsel menjadi berkah, fakta empirik juga menunjukkan jalanan macet, bandara ramai, restoran penuh dan fakta juga juga sesuai data BPS menunjukkan angka kemiskinan di Sulsel mengalami penurunan,” ungkapnya.

Oleh sebab itu, Sutardjo berharap agar pemda atau instansi terkait untuk mempermudah proses ekspor sehingga supply chainnya menjadi lebih lancar.

“Karena apabila terjadi kemudahan ekspor berdampak pada peningkatan PDRB, menunjang pertumbuhan ekonomi, pengurangan pengangguran, penurunan angka kemiskinan, peningkatan PAD berdampak pada perencanaan pembangunan terlaksana dengan baik,” lugasnya. (Fadli)