MAKASSAR, INIKATA.co.id – Wacana pemilihan gubernur dan wakil gubernur (Pilgub) Sulsel 2024 yang hanya akan diikuti oleh satu pasangan calon (paslon) melawan kotak kosong terus menguat.
Pasalnya, beberapa parpol yang sebelumnya menggembar-gemborkan akan mengusung kader internalnya dan diharapkan bisa menjadi poros tersendiri sehingga bisa memberikan jalan bagi masyarakat untuk memilih figur terbaik di Pilgub Sulsel, sampai saat ini belum menetukan sikap.
Bahkan, kabar yang beredar menyebut parpol-parpol besar tersebut cenderung akan ikut mengusung paslon yang sama, sehingga kemungkinan terwujudnya kotak kosong semakin besar.
Jika hal itu benar-benar terealisasi, boleh dibilang ini akan menjadi preseden buruk bagi kualitas demokrasi di Sulsel. Pasalnya, tak sedikit calon potensial kesulitan untuk bisa mendapatkan dukungan dari Partai politik (Parpol).
Maka dari itu, parpol dianggap sebagai kunci terkahir penyelemat demokrasi jika tak ingin skema kotak kosong terealisasi.
Parpol yang tersisa dan masih mempunyai peluang besar mencegah opsi kotak kosong ialah PKB, Gerindra, Golkar, PKS, PDIP dan Hanura. Partai-partai tersebut hingga kini belum mengeluarkan keputusan resmi untuk rekomendasi usungan pada Pilgub Sulsel.
Pengamat Politik dari UIN Alauddin Makassar, Ibnu Hadjar Yusuf, mengatakan parpol yang mempunyai peluang besar menjadi penentu peta politik di Pilgub Sulsel dapat hadir sebagai penyelamat demokrasi.
“Tentu harapan besar masyakarat Sulsel adalah kedua partai yang paling berpeluang, yakni PKB dan PKS, ini harus menjadi corong penyelamat demokrasi di Pilgub Sulsel ini,” kata Ibnu, Kamis (25/7/2024).
Menurutnya, ketua partai harus hadir sebagai representasi dari aspirasi masyarakat untuk mengubah wajah demokrasi dari wacana kotak kosong. Hal itu dilakukan agar masyarakat memiliki hak untuk menentukan pilihannya.
“Dia harus menyelamatkan, ketua partai besarnya harus menyelamatkan wajah demokrasi, agar proses demokrasi itu tetap dinamis, apik dan menarik arena pertarungannya dan tidak ada pemasungan demokrasi, tidak ada bentuk kemunduran demokrasi ketika ada calon yang ingin memborong semua partai,” jelasnya.
Dengan adanya kandidat tunggal, ia mengatakan dengan sendirinya akan menimbulkan persepsi dan pertanyaan publik bahwa ada kekuatan ikut mendesain agar demokrasi di Pilgub Sulsel tak berjalan sehat.
“Tentu publik akan menanyakan ada kekuatan besar untuk merangkul semua partai sehingga hanya satu calon yang muncul, kemudian muncul kotak kosong, ini kan sangat dungu kita melihat proses demokrasi seperti ini,” ucapnya.
Parpol yang tersisa ini, kata dia, menjadi harapan terakhir masyakarat untuk menentukan sikap di Pilgub Sulsel 2024 mendatang. Terlebih lagi, wacana kotak kosong sudah ramai dibicarakan dan memunculkan perlawanan masyarakat.
“Jadi untuk menyelematkan wajah demokrasi, harapan besar kita adalah bagaimana PKB dan PKS dan partai lainnya betul-betul mengambil sikap untuk menyelamatkan,” terangnya.
“Karena sudah banyak riak-riak dari aktivis dan masyakarat mempertanyakan kotak kosong itu, ketika itu terjadi maka ini betul-betul mencederai proses demokrasi, kemunduran demokrasi,” sambungnya.
Sementara itu, Nurmal Idris selaku Pengamat Politik Sulsel menyebut, sebuah kegagalan dari partai ketika tidak mampu menyodorkan kader potensialnya untuk ikut bertarung di kontestasi Pilkada.
“Ini sebenarnya betul kegagalan partai dalam membuat pendidikan politik, dan itu kan artinya karena mereka melihat tidak ada kader yang bagus ya mereka nda bisa menciptakan pola kaderisasi,” tegasnya.
“Jadi fungsi-fungsi partai politik itu kan melahirkan proses kaderisasi di partai,” tambah dia.
Nurmal menegaskan bahwa dengan terjadinya kotak kosong, menandakan bahwa parpol dan elitnya sudah gagal membangun edukasi politik dan melahirkan pemimpin.
“Jadi paling utama itu adalah bukti kegagalan partai dalam menjalankan fungsinya sebagai pendidikan politik, jadi parpol gagal di Sulsel kalau terjadi itu kotak kosong karena tidak mampu munculkan figur-figur lain, sementara kita ketahui banyak figur kompeten di Sulsel,” tukasnya.
Dia menegaskan jika kotak kosong ini terjadi, maka murni menjadi kesalahan parpol yang tidak bisa lagi dibantah. Sebab, mereka sebagai penentu untuk menyodorkan kandidat di Pilgub.
“Jadi kesalahannya pada partai politik yang tidak menjalankan pendidikan politik, problem bahwa ada yang menginginkan kotak kosong itu problem lain tapi kalau partai politik berkeras kan tidak akan terjadi itu, karena partai politik yang memberikan ruang itu,” tegasnya.
“Ya termasuk itu elit politik, ini kan kegagalan dari semua itu, jadi proses pendidikan politik tidak berjalan dengan baik, karena terbukti yang bisa maju ini terbatas sementara ruang untuk itu banyak, Sulsel itu ada 85 Kursi,” sambungnya.
Terpisah, Pengamat Politik dari Unhas, Prof Sukri Tamma, mengatakan dinamika politik yang mengarah ke kotak kosong ini akan memberikan kesadaran kepada masyakarat bahwa partai mana yang betul-betul hadir sebagai representasi rakyat.
“Partai politik itu kan adalah pelaku politik yang tidak berada di ruang hampa, mereka punya kepentingan tertentu, apakah kepentingan itu mengatasnamakan pilihan rakyat atau kepentingan pragmatis partai,” ungkapnya.
“Kalau kita lihat adanya gejolak wacana satu kandidat kemudian banyak masyarakat tidak setuju artinya partai ini dianggap tidak merepresentasikan rakyat atau kepentingan mereka,” tandasnya.
Pengamat Politik, Attock Suharto, mengatakan kotak kosong sah-sah saja dalam proses demokrasi. Sepanjang esensi lahirnya kotak kosong itu karena memang hanya ada 1 bakal calon yang dikehendaki oleh masyarakat, atau karena elektabilitas calon tertentu tidak terkalahkan sehingga parpol memutuskan calon tunggal.
Akan tetapi, kata dia, jika fenomena kotak kosong itu lahir karena intervensi kekuasaan, atau karena oligarki politik dan ataupun fenomena oportunitas partai politik yang mencalonkan seseorang karena uang, maka itu sama seperti memerkosa demokrasi.
“Tentu itu bukan pembelajaran politik, bukan pendewasaan politik, tetapi itu adalah pembodohan politik dan merupakan kemunduran dalam berdemokrasi,” tegasnya.
Padahal menurutnya di Sulsel sangat banyak kader-kader calon pemimpin potensial dan berpengalaman, sangat disayangkan jika hanya ada calon tunggal di Pilgub Sulsel 2024.
# PKB Bakal Jadi Penyeimbang
Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Sulsel sendiri memberikan sinyal jika perhelatan Pilgub nanti tidak ada opsi kotak kosong. Peluang head to head berpotensi akan terjadi.
Ketua Lembaga Pemenangan Pemilu (LPP) PKB Sulsel, Syamsu Rizal, mengungkapkan rekomendasi PKB di Pilgub Sulsel masih dinamis. Kendati dia memastikan peluang head to head pun masih berpeluang terjadi.
“Masih dinamis ji, bisa jadi head to head atau 3 pasang,” ucap Deng Ical akrab disapa saat dikonfirmasi, Kamis (25/7/2024).
Calon DPR RI terpilih itu mengatakan saat ini upaya koordinasi dengan DPP PKB masih terus dilakukan. Pihaknya mengupayakan dalam Pilgub Sulsel akan jadi penyeimbang.
“Lagi dikoordinasikan ke DPP PKB, posisinya pada titik penyeimbang nanti,” jelasnya.(fdl-kas/wah)