MAKASSAR, INIKATA.co.id – Sejumlah Kepsek SMA/SMK korban nonjob menyebut Pemprov Sulsel “Ingkari” perjanjian dalam Memorandum of Understanding (MoU) atau nota kesepahaman dengan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek).
Dalam MOU itu termuat program SMK Pusat Keunggulan (PK) dan SMK yang ditunjuk menjadi SMK PK ini melalui proses seleksi. Ada tiga tahap kegiatan dilakukan diantaranya, penguatan bersama industri, selanjutnya bantuan peralatan yang berkaitan dengan kompetensi keahlian serta diberikan ruang praktik siswa (RPS).
Dari 27 Kepsek SMA/SMK nonjob dimasa kepemimpinan Andi Sudirman Sulaiman (ASS) itu terdapat sejumlah kepsek SMKPK. Hal itu dianggap oleh salah satu kepsek nonjob bahwa kebijakan tersebut menghambat MOU.
“Salah satu dari beberapa poin tentang MOU itu adalah pemerintah daerah dalam hal ini pemerintah provinsi Sulsel bersedia untuk tidak memutasi Kepala sekolah guru tenaga pendidikan pada sekolah yang menerapkan program SMK sekolah keunggulan selama kurang lebih 4 tahun,” ucap salah satu Kepsek SMK nonjob yang dirahasiakan namanya, Jumat (1/3/2024).
“Kami kan dibawah Kemendikbud dibawahi Direktorat SMK. Memang kalau kita mengacu pada keputusan Kemendikbudristek tentang keputusan program SMKPK sejak tahun 2021 itu kan ada yang menyatakan bahwa pemerintah daerah mendukung melalui sebuah MoU jadi diadakanlah MOU kementrian dan pemerintah daerah,” sambungnya.
Padahal kata dia, Pemprov Sulsel dengan Kemendikbudristek telah melakukan penandatanganan MOU itu sejak 2021. Dimana mereka diantaranya yang telah berstatus sebagai SMKPK.
“Yang kami tahu itu adalah MOU yang sudah ditandatangani oleh pak gubernur Waktu itu tahun 2021 tentang pendidikan vokasi,” ungkapnya.
Dia mengaku telah melaporkan kasusnya ini ke Kemendikbudristek terkait status mereka yang seharusnya tidak boleh dinonjobkan selama 4 tahun untuk menuntaskan MOU tersebut, tapi justru dilakukan.
“Jadi kalau dikatakan tanggapan kami sendiri sudah melapor ya pihak kementerian pendidikan, melapornya begini karena setiap tahun itu kan dievaluasi, setahun itu kami mendapatkan dana dari kementrian itu sebesar Rp1,2 miliar,” paparnya.
“Lalu itu kami pertanggung jawabkan itu melalui monitoring evaluasi kemudahan dengan mengacu pada program-program kementrian, jadi kami eksekusi program itu berdasarkan program yang diberikan Kementerian,” lanjut dia.
Sementara jubir ASN Nonjob/Demosi/Mutasi (NJDM) Aruddini berharap agar kasus kepsek nonjob ini tidak diabaikan. Karena merek terus mempertanyakan alasannya dinonjob.
“Sebaiknya Pj Gubernur dan kepala dinas pendidikan bisa memberikan solusi kepada kepala sekolah nonjob sehingga ini tidak terkesan terjadi kasus yang dibiarkan,” jelasnya
Menurutnya, diantar kepsek yang dinonjobkan itu sangat berefek pada terhambatnya program yang telah dilakukan MOU antara Pemprov Sulsel dan Kemendikbudristek.
“Dalam keputusan kementrian bahwa sekolah ini yang ikut seleksi karena dilihat dari kepala sekolah. Tapi tiba-tiba kepala sekolah ini diberhentikan,” ungkapnya.
Lebih lanjut, ia mengatakan telah mendapat laporan bahwa Kepsek Nonjob itu telah melaporkan kasusnya ke Kemendikbudristek.
“Dari beberapa kepala sekolah bahwa ada tanggapan dari kementrian pertanyakan kenapa tiba-tiba diberhentikan,” tukasnya.
Kepala Dinas Pendidikan Sulsel Iqbal Andi Nadjamuddin dan Direktorat SMK Kemendikbudristek RI, Wardhani Sugiyono saat dikonfirmasi belum menggubris hingga berita ini dimuat.
Diketahui, 27 kepsek SMA/SMK nonjob hingga saat ini masih melayangkan protesnya kepada Pemprov Sulsel, karena beranggapan bahwa kebijakan nonjob itu tidak sesuai prosedur. (B/Fadli)