MAKASSAR, INIKATA.co.id – Eks Pejabat Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Sulsel dengan inisial ES kini buka suara setelah menjadi sorotan dan diduga terlibat dalam kebijakan ASN Nonjob/Demosi/Mutasi (NJDM).
ES membantah dirinya mengambil kebijakan NJDM tanpa mengikuti mekanisme dan prosedur. Dia mengatakan selama menjabat sebagai Kabid Mutasi dan Promosi BKD, selalu berusaha untuk bekerja sesuai aturan.
“Sampai dengan yang kami ingat kami berusaha tidak melakukan hal yang melanggar, yang kami ingat sampai sekarang kami selalu lakukan pendekatan hukum, ini kan manusia ini yang kita hadapi,” kata ES kepada awak media, Selasa (9/1/2024).
ES menuturkan, dirinya kala itu hanya eselon III sehingga tidak ada kewenangan penuh mengambil kebijakan NJDM.
“Makanya kembali lagi kita terjemahkan tugas pokok administrator. Pejabat eselon III itu kalau kita buka tugas dan fungsi itu melakukan kordinasi, menerbitkan pertimbangan teknis karena kita yang teknisnya,” tandasnya.
“Jadi karena ada dugaan karena keterlibatan karena saya punya andil lakukan itu. Kita harus lihat dulu jabatan administrator,” sambungnya.
Bahkan kata dia, polemik ASN NJDM ini dirinya belum mengetahui objek masalahnya sehingga belum dapat ditanggapi secara menyeluruh.
“Makanya saya tidak bisa banyak menjawab karena kita tidak tahu objek sengketanya yang mana ini,” katanya.
“Intinya ketika kita diduga lakukan pelanggaran harus ditahu dulu pelanggaran itu siapa yang dimaksud orangnya, karena jangan sampai kita dianggap begini-begini,” tambah dia.
Terlepas dari persoalan tersebut, ia mengatakan kebijakan nonjob pun dibenarkan oleh regulasi dan itu sudah dilakukan sebelum dirinya menjabat.
“Bukan hanya dimasa ku, peristiwa nonjob itu kan sudah pernah terjadi baik itu di pemerintahan zaman sekarang, kemarin dan sebelum-sebelumnya. Jadi saya rasa selama kita punya dasar selama kita bisa buktikan,” pungkasnya.
Sebelumnya, Jubir ASN NJDM, Aruddini mengatakan bahwa pejabat ES wajib dipanggil Ombudsman Perwakilan Sulsel untuk mendapatkan keterangan lengkap, karena diduga ikut terlibat dalam nasib ASN NJDM.
“Terkait Ombudsman (buka opsi) panggil ES sudah sepantasnya karena kasus ASN NJDM dia tahun terakhir juga tidak lepas dari pejabat ES, dimana data yang kami himpun bahwa jumlah promosi sejumlah 257 kasus dan terbesar adalah kasus promosi eselon 4 sejumlah 143 formasi,” bebernya.
“Tentu mekanismenya adalah ada formatur usulan dari atasan langsung yang dinilai layak untuk di promosikan begitu pun seterusnya pada jabatan eselon 3 administrator,” sambungnya.
Menurutnya, ES memiliki posisi di BKD saat ini cukup strategis menelaah nama-nama untuk diteruskan ke pimpinan Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK).
“Sehingga pejabat yang paling bertanggungjawab adalah administrator artinya posisi administrator lah yang bertindak melakukan telaahan staf ke pimpinan, sehingga pimpinan mengambil keputusan untuk proses tindaklanjut,” jelasnya.
Olehnya itu, Aruddini mempertanyakan mekanisme yang dilakukan pejabat ES dalam manajamen ASN kala itu sehingga menerbitkan kebijakan ratusan ASN NJDM.
“Terkait carut marutnya manajemen ASN provinsi Sulsel tentu kembali pertanyaannya, apa ada pemetaan jabatan oleh ES saat menjabat di BKD,” tandasnya.
Sebelumnya dia mengatakan sorotannya terhadap keterlibatan ES dalam kebijakan nonjob ini ada dasarnya. Ditambah lagi informasi yang diterima pernah dilaporkan atas dugaan pemalsuan tandatangan.
“Bukan saya tidak beralasan menduga inisial ES turut berkontribusi terhadap sejumlah ASN berdampak nonjob, demosi, mutasi. Pertama saya menduga adanya liputan media diduga pemalsuan tanda tangan pejabat tinggi (Abdul Hayat Gani) sebelum kami di dinonjobkan, demosi mutasi yang tidak sesuai NSPK (Norma Standar Prosedur Kriteria),” jelasnya.
Dengan begitu, ia mengatakan pejabat ES diduga kuat membuat laporan palsu terkait kinerja sejumlah ASN sehingga dijadikan sebagai dasar nonjob.
“Sehingga di pikiran kami bahwa inisial ES terindikasi berkontribusi terhadap proses pemberian hukuman berat kepada kami berupa sanksi pemberhentian jabatan dari jabatan tidak dengan pembuktian perbuatan hukum atau kami pun dibuatkan pembuktian fakta hukum yang boleh jadi palsu pula,” terangnya.
Dia mengatakan bahwa pihaknya sudah mendatangi Kantor BKD Sulsel untuk meminta keterangan dasar lahirnya nonjob, tapi tidak dapat dipertanggungjawabkan.
“Sehingga dengan kejadian kemarin mendatangi BKD minta pembuktian perbuatan hukum yang kami jalani, tidak dapat diperlihatkan,” imbuhnya.
“Sementara dalam proses hukuman pasal pelanggaran mestinya kami tandatangan dalam sebuah berita acara format hukum,” pungkasnya. (B/Fadli)