INIKATA.co.id – Bakal calon presiden (capres) 2024, Ganjar Pranowo, mengunggah video di akun Instagtram prinadinya yang telah bercentang biru @ganjar_pranowo, menyoroti putusan Mahkamah Konsitutsi (MK).
Melalui unggahan itu, sebagai bagian dari warga Ganjar mengungkap kegelisahannya melihat demokrasi dan keadilan yang sedang mau dihancurkan.
Video pendek berdurasi 2 menit 43 detik yang diunggah pada Sabtu (11/11/2023) itu, diberi caption:
“Saya berbicara sebagai bagian dari warga, bagian dari rakyat yang gelisah melihat demokrasi dan keadilan yang sedang mau dihancurkan.
Indonesia kita, masih sangat panjang perjalanannya. Saya berharap, masa depan Indonesia dapat dibangun dengan fondasi yang berdasar nilai-nilai luhur bangsa. Tanpa tendensi apapun yang mencederai demokrasi dan keadilan.
Kita, generasi yang ada saat ini, punya tanggung jawab sejarah. Apakah kita akan mengorbankan sejarah panjang Indonesia ke depan? Jawaban saya, tidak. Kita akan memastikan sejarah yang terang. Kita akan memastikan demokrasi yang kuat dan berkeadilan. Selamanya.
Diam bukan sebuah pilihan.”
Video dimulai dengan kutipan kesimpulan putusan yang dibacakan Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) Jimly Asshiddiqie, pada Selasa 7 November 2023, soal putusan adanya pelanggaran etik berat yang dilakukan oleh Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman.
“Hakim terlapor sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi terbukti tidak menjalankan fungsi kepemimpinan, judicial leadership secara optimal,” kata Jimly Asshiddiqie, dalam video tersebut.
Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman dinilai gagal menunaikan tugasnya dengan profesional. Anwar dinyatakan terbukti melakukan pelanggaran kode etik berat dalam penanganan perkara Nomor 90 soal pengujian syarat usia calon presiden dan wakil presiden.
Ganjar dalam video tersebut mengaku termenung memantau perkembangan dan kondisi politik pasacaputusan MKMK.
“Saya mencoba diam sejenak. Saya merenungkan bangsa ini ke depan. Saya mencermati kembali kata demi kata, kalimat demi kalimat dari putusan itu yang menjadi pertimbangan dan dasar Majelis Kehormatan MK,” katanya.
Setelah mencermati dari putusan MKMK, alumni Fakultas Hukum UGM ini mengaku semakin gelisah dan terusik. Ia bertanya-tanya, kenapa keputusan dari sebuah proses dengan pelanggaran etik berat dapat begitu saja lolos.
“Apa ada bentuk pertanggungjawabannya kepada rakyat secara utuh?,” tanya Ganjar.
Dia juga mempertanyakan, mengapa keputusan dengan disertai pelanggaran etik berat, masih dijadikan rujukan dalam bernegara. Dalam hal ini, kontestasi Pilpres 2024.
“Mengapa hukum tampak begitu menyilaukan hingga menyakitkan mata, sehingga kita rakyat sulit sekali memahami cahayanya,” katanya.
Ganjar menuturkan, dirinya berbicara sebagai bagian dari warga, sebagai bagian dari rakyat yang ikut gelisah melihat demokrasi dan keadilan yang sedang mau dihancurkan. MKMK melalui putusannya, telah membuktikan bahwa lembaga tertinggi konstitusi republik ini masih menjunjung tinggi ruh demokrasi, yang sebelumnya sempat dihancurkan.
Indonesia, kata Ganjar, masih memiliki perjalanan yang sangat panjang. Oleh karena itu, dirinya berharap masa depan Indonesia dapat dibangun dengan fondasi yang berdasar nilai-nilai luhur bangsa, tanpa tendensi apapun yang mencederai demokrasi dan keadilan.
Dia menagatakan seluruh masyarakat mempunyai tanggung jawab untuk memastikan sejarah panjang Indonesia ke depan semakin terang. Memastikan demokrasi dan keadilan tetap berdiri tegak selamanya.
“Diam, bukan sebuah pilihan. Mimpi yang diimpikan sendirian hanya akan menjadi mimpi. Mimpi yang diimpikan bersama adalah kenyataan,” imbuhnya.
Seperti diketahui, Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman dinyatakan terbukti melakukan pelanggaran kode etik berat dalam penanganan perkara Nonor 90 soal pengujian syarat usia calon presiden dan wakil presiden.
Adik ipar Presiden Joko Widodo ini dijatuhi sanksi pemberhentian dari jabatan Ketua MK oleh MKMK. Lewat putusan perkara MK yang diketuai Anwar Usman, Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka yang belum memenuhi syarat usia minimal menurut UU Pemilu, bisa melenggang di Pilpres 2024.
Meski putusan MKMK menyatakan, ada pelanggaran berat dalam memutus perkara Nomor 90, putusan soal syarat menjadi capres-cawapres tersebut tidak dianulir. (Fajar/Inikata)