Perdami Ungkap Gangguan Kebutaan Jadi Beban Kemiskinan, Negara Rugi hingga Rp84,7 Triliun

MAKASSAR, INIKATA.co.id – Gangguan kebutaan memiliki hubungan erat dengan sosio-ekonomi. Dampaknya terhadap beban kemiskinan nyaris bertambah.

Perhimpunan Dokter Spesialis Mata Indonesia (PP Perdami) mencatat sebanyak Rp84,7 triliun kerugian Indonesia akibat gangguan penglihatan parah dan kebutaan.

Ketua PP Perdami, Prof Budu mengungkapkan jumlah kemiskinan saat ini salah satu faktornya karena pencegahan kebutaan. Sebab, orang yang mengalami gangguan itu sulit mendapatkan ruang untuk meningkatkan kesejahteraan hidupnya.

“Kebutaan sangat berhubungan sekali dengan sosial ekonomi, orang buta sangat berhubungan dengan kemiskinan, karena orang buta sulit untuk mendapatkan pendidikan, mereka sulit untuk aktif, kebutaan sangat erat dengan kemiskinan,” jelas Prof Budu di Makassar, Minggu (29/10/2023).

Jumlah kebutaan saat ini di Indonesia, disebutkan sekitar 1,6 juta. Dari angka tersebut, sebanyak 5 ribu sudah tertangani melalui Kemensos. Pihaknya melakukan dengan semangat kolaborasi.

Dia menegaskan, semangat pemerintah menurunkan angka kemiskinan, harus sejalan dengan upaya untuk menekan gangguan kebutaan.

“Memberantas kebutaan berarti memberantas kemiskinan, kalau Kebutaan tidak diberantas maka sangat menghambat menurunkan angka kemiskinan,” tegasnya.

Menurutnya, berdasarkan data WHO, sebanyak 12 orang buta per menit (60 detik) di dunia. Ada sekitar 1 orang buta tiap menit di Indonesia. 80 persen dapat dihindari dengan pencegahan dan
pengobatan. 1 anak menjadi buta tiap menit di dunia. 50 persen dapat dicegah dan diobati.

Kemudian, permasalahan kebutaan dia uraikan kurang lebih 0,5 persen akibat masalah klinis, 0,5 – 1 persen karena masalah masyarakat dan > 1 persen masalah sosial. Olehnya itu, menurut dia perlu kerjasama lintas sektoral.

Sementara Menteri Sosial (Mensos) Tri Rismaharini mengaku senang banyak dibantu PP Perdami. Sebab, hampir setiap bulan lakukan operasi terhadap gangguan penglihatan dan kebutaan.

“Perdami selalu aktif disitu saya sekali lagi atas nama pribadi maupun seluruh kementrian maupun seluruh masyarakat yang membutuhkan bantuan terutama untuk penglihatan mata menyampaikan terimakasih,” tuturnya.

“Karena ternyata penyakit katarak dan penyakit mata itu tidak hanya pada orang tua tapi kita juga temukan di lapangan terjadi pada anak-anak karena itu kami ucapkan terimakasih sekali,” tukasnya.

Ia tak menampik bahwa kebutaan ini berimbas juga terhadap kemiskinan. Ditambah lagi, dengan kekhawatiran mereka atas biaya hingga ketakutan melakukan operasi.

“Angka Kemiskinan sebetulnya turun cuman kan kita nda bisa karena relatif memang karena mereka biasanya ketakutan memeriksa matanya kemudian kalau biayanya mahal sehingga menyebabkan kebutaan menjadi tinggi,” imbuhnya.

Risma menuturkan bahwa pihaknya terus berupaya menyediakan fasilitas yang sesuai dengan keterbatasan fisik mereka agar keterampilannya dan semangatnya terus dilakukan.

“Saya membuat alat dan sebagainya, kemudian melatih anak-anak muda untuk mereka bisa berkarya dengan fashion mereka. Karena sebetulnya sekarang dengan beberapa teknologi itu bisa membantu mereka berkarya, karena itu kita bantu mereka beberapa komputer untuk beberapa Lembaga-lembaga yayasan yang menangani anak-anak tuna netra untuk komputer yang bisa merubah dari tekstur poids,” tandasnya. (C/Fadli)