MAKASSAR, INIKATA.co.id – Penyidikan kasus dugaan korupsi pembebasan lahan industri pengelolaan sampah (waste to energy) di wilayah Kelurahan Tamalanrea Jaya, Kecamatan Tamalanrea, Kota Makassar TA 2012, 2013 dan 2014 masih berproses di Kejaksaan Negeri (Kejari) Makassar.
Sejumlah saksi sudah diperiksa oleh Tim Penyidik Kejari Makassar.
Kasi Pidsus Kejari Makassar, Arifuddin Ahmad mengaku, saat ini pihaknya masih menunggu perkembangan hasil pemeriksaan ahli dari Badan Pertanahan Nasional (BPN).
“Masih terus berproses. Lihat perkembangan nanti setelah pemeriksaan ahli di BPN,” kata Arifuddin, Jumat (18/8/2023).
Untuk informasi, sejak bulan Mei lalu, kasus ini sudah masuk tahap penyidikan. Pada awal Juni lalu, Tim Penyidik Kejari Makassar juga sudah melakukan pemeriksaan terhadap mantan Camat Tamalarea, Yarman AP; dan mantan Lurah Tamalanrea Jaya, Iskandar Lewa; serta salah seorang pemilik lahan bernama Arman.
20 Mei lalu, Kasi Intel Kejari Makassar Andi Alamsyah mengatakan, status perkara ini ditingkatkan dsri penyelidikan menjadi penyidikan setelah didapati adanya indikasi tindak pidana pada kasus yang telah lama di tangani oleh kejari Makassar tersebut.
“Jelas, ada indikasi tindak pidana. Kami berusaha mendalami dengan nantinya memeriksa beberapa saksi,” kata Alamsyah.
Menurut dia, di tahap penyidikan, Kejari Makassar akan kembali memeriksa saksi-saksi yang sebelumnya dipanggil untuk dilakukan pendalaman kasus.
“Jadi ada saksi-saksi yang dulu, kita lakukan pendalaman kembali, kalau saksi baru kami baru cek juga,” ujarnya.
“Yang pasti, tim penyidik akan melakukan serangkaian tindakan penyidikan untuk memperoleh bukti-bukti dan pihak-pihak yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan kegiatan tersebut,” sambungnya.
Mengenai penetapan tersangka, Ia menekankan saat ini pihak Kejari Makassar masih melakukan pendalaman. Meski demikian, kemungkinan adanya tersangka dalam kurun waktu dekat ini akan disesuaikan dengan selesainya proses penyidikan.
“Penetapan ini salah satu tujuan penyidikan kan untuk mendalami kemungkinan tindak pidana yang terjadi, untuk sementara kemungkinan belum bisa diketahui dekat-dekat ini, karena sementara pendalaman, akan kami kabari secepatnya,” ucapnya.
Sekadar diketahui, pembebasan lahan untuk industri pemgelolaan sampah ini dilakukan di era kepemimpinan Wali Kota Makassar Ilham Arief Sirajuddin (IAS), atau tepatnya pada 2012, 2013 dan 2014 lalu.
Kasus dugaan korupsi pembebasan lahan tersebut berawal ketika diadakannya rapat di Kantor DPRD Kota Makassar tentang rencana pengelolaan Industri pengelolaan sampah yang menghasilkan energi yang lokasinya ditunjuk di Kelurahan Tamalanrea Jaya, Kecamatan Tamalanrea, Makassar.
Pertimbangan penunjukan lokasi tersebut, selain berdekatan dengan Sungai Tallo dan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU), juga sesuai dengan rencana umum tata ruang wilayah Kota Makassar untuk pembangunan industri pemukiman dan pergudangan serta zonasi pendidikan untuk wilayah Kecamatan Tamalanrea dengan menggunakan anggaran APBD Kota Makassar.
Adapun luas lahan yang dibebaskan Pemerintah Kota Makassar dan anggarannya yakni pada tahun 2012 luas lahan yang dibebaskan 5.833 M2 dengan nilai pembebasan lahannya sebesar Rp3.499.000.000 dari nilai DPA sebesar Rp3.520.250.000.
Kemudian lanjut pada tahun 2013, dilakukan kembali pembebasan lahan seluas 65.186 M2 dengan nilai pembebasan lahan sebesar Rp39.111.600.000 dari nilai DPA sebesar Rp37.436.743.850.
Pada tahun 2014 pembebasan lahan kembali dilakukan yakni seluas 3.076 M2 dengan nilai pembebasan lahan sebesar Rp1.845.600.000 dari nilai DPA sebesar Rp30.050.400.000.
Guna mendukung pelaksanaan kegiatan pembebasan lahan tersebut, maka diterbitkan Surat Keputusan Wali Kota Makassar Nomor: 590.05/452/Kep.III/2012 tanggal 8 Maret 2012 tentang pembentukan panitia pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum di Kota Makassar Tahun Anggaran 2012.
Namun dalam perjalanan proses pembebasan lahan yang dimaksud terdapat indikasi bahwa kegiatan tersebut dilaksanakan tidak sesuai dengan peraturan-peraturan yang ada mulai dari perencanaan, penetapan lokasi, penyuluhan, identifikasi dan inventarisasi atas penguasaan tanah, penilaian harga tanah, musyawarah, pembayaran ganti rugi, dan pelepasan hak sebagaimana diatur dalam UU No. 2 Tahun 2012 dan Peraturan Kepala BPN No. 3 Tahun 2007 sebagai dasar pengadaan tanah bagi kepentingan umum pada masa itu. (Awal)