Selain kepala dinas, lanjut Ni’matullah, tekanan atau kekhawatiran yang sama juga membayangi para ASN setingkat eselon III dan IV di lingkup Pemprov Sulsel, sehingga hal ini membuat kinerja mereka tentunya tidak berjalan profesional.
“Bagaimana memuliakan mental psikologi para ASN baik eselon III, eselon IV, terutama eselon II, supaya mereka bisa kerja profesional sesuai kompetensi. Bukan kerja karena tekanan, karena H2C,” ujarnya
Ketua Partai Demokrat Sulsel itu pun menyinggung soal pencopotan dan bahkan sanksi demosi yang dialami Kepala Dinas Kesehatan dan Direktur RS Haji baru-baru ini.
Kebijakan demosi tersebut, lanjut dia, membuat mereka harus turun dari status eselon II ke eselon III. Artinya, mereka tidak lagi dapat menduduki jabatan kepala dinas, terkecuali melalui lelang jabatan.
Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi A DPRD Sulsel, Arfandy Idris mengatakan, mekanisme pencopotan pejabat harusnya tidak serta merta langsung dilakukan melalui surat keputusan. Akan tetapi, ada proses yang harus dilalui. Pasalnya, ini menyangkut karir seorang ASN.
“Kalau kita lihat, ini (pencopotan pejabat secara tiba-tiba) tidak sesuai. Karena itu kan harus berproses. Kaau namanya berproses kan butuh waktu. Taoi ini tidak ada waktunya, langsung saja dicopot,” kata Arfandy.