Benarkah Transaksi Pemprov Sulsel yang Diklaim Hampir Rp1 Triliun di E-Purchasing Sesuai dengan Kondisi Riil?

MAKASSAR, INIKATA.co.id – Penghargaan yang diperoleh Pemerintah Provinsi Sulsel oleh Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP) untuk kategori Nilai Persentase Transaksi E-Purhasing Terbesar 2 (Kedua) Terhadap RUP Tahun Anggaran 2023 (hingga Juli 2023) untuk Klaster Pemerintah Daerah Provinsi yang diberikan di Jakarta pada Kamis, 3 Agustus kemarin, menuai pertanyaan publik.

Pasalnya, indikator penghargaan yang diberikan karena jumlah transaksi E-Purcashing katalog Pemprov Sulsel dari 2022 hingga saat ini yang jumlahnya diklaim sudah mencapai Rp995,1 miliar tersebut dinilai tidak sejalan dengan realisasi yang sebenarnya.

Baca juga:

4 Bulan Tertunggak, Disdik Sulsel Siap Bayarkan TPP Guru Bulan Ini

Anggota DPRD Sulsel Arfandy Idris menduga, penghargaan atas transaksi yang diklaim hampir Rp1 triliun tersebut tidak sejalan dengan kenyataan di lapangan.

“Semua begitu, termasuk seperti mendapat penghargaan karena katanya mampu meningkatkan pendapatan. Tetapi kenyataan tidak pernah capai target pendapatan,” kata Arfandy, Jumat (4/8/2023).

Terpisah, Pengamat Pemerintahan Sukri Tamma juga menyoroti penghargaan tersebut.

Baca juga:

Anggaran Smart Class Didik Dipangkas hingga Rp11,7 Miliar, Kadis Salahkan Anak Buahnya

Ia memgatakan, transaksi di E-Katalog ini harus dipertanyakan, apakah dalam pelaksanaannya sesuai dengan realisasi atau tidak.

“Pencatatan dalam E-Katalog itu pasti mengacu pada kegiatan tertentu. Artinya alokasi anggaran itu tetap ada, cuma masalahnya apakah kegiatannya sudah dilakukan dan sudah dilakukan pembayaran riil atau belum? Krena kan asumsinya kalau masuk di E-Katalog itu asumsinya sudah dilakukan (berjalan), sehingga kemudian ada pelaporan di situ,” kata Sukri.

“Tapi itu tadi, karena dia kadang-kadang punya durasi yang panjang, kemudian banyak hal yang dicermati. Kemudian memang E-Katalog salah satu sumber informasi, tapi kondisi rillnya perlu dicermati lebih jauh,” sambungnya.

Pasalnya, lanjut Sukri, nilai transaksi yang tercantum dalam E-Katalog belum tentu sesuai dengan realisasi belanja yang sebenarnya atau yang sudah dibayarkan. Sehingga perlu dilakukan pencermatan lebih dalam.

“Apakah memang data-data di E-Katalog itu sudah direalisasikan ataukah catatan itu merupakan catatan realisasi yang sebenarnya terjadi. Karena bisa jadi catatan yang ada di situ besar, tapi secara faktual belum diselesaikan. Makanya itu memang harus dicermati,” ujarnya.

“Apakah secara faktual catatan tersebut sudah terbayarkan, atau pencatatan tersebut justru secara faktual ada yang belum terbayarkan sesuai dengan E-Katalog, itu yang perlu dikonfirmasi kembali, apakah data itu representasi dari kondisi faktual,” pungkasnya. (Fadli)