Masyarakat dan WALHI Sulsel Desak Hentikan Pembangunan Pabrik Aspal di Maros

MAROS, INIKATA.co.id – Proses pembangunan Asphalt Mixing Plant (AMP) yang ada di Desa Samangki, Kecamatan Simbang, Kabupaten Maros mendapat penolakan keras dari masyarakat sekitar.

Victor Muharram, salah seorang warga dari Desa Samangki, menjelaskan terkait keresahan dan penolakan masyarakat sekitar, serta potensi dampak yang akan ditimbulkan ketika pabrik aspal tersebut mulai beroperasi.

Baca juga:

Hadiri Anniversary Ambulance Celebes Community ke-4, dr. Udin Malik Lepas Pawai 87 Unit Ambulance

“Wilayah yang menjadi lokasi pembangunan parbrik aspal itu adalah daerah resapan air dari beberapa sumber mata air, dengan kontur tanah yang berpori. Selain itu, limbah dari pabrik jelas akan mencemari tanah dan sungai. Apalagi, sungai-sungai sekitar dimanfaatkan oleh petani untuk mengairi daerah persawahan di Desa Samangki,” ujar Victor, Senin (3/7/2023).

Selain Victor Muharram, Arun yang juga merupakan masyarakat dari Desa Semangki mulai mengeluhkan terkait apa yang masyarakat rasakan saat berjalannya proses pembangunan pabrik aspal di desa mereka.

“Sekarang, proses pembangunannya saja sudah ada dampak yang dirasakan oleh masyarakat seperti debu dari aktivitas kendaraan proyek. Makanya kami sebagai Masyarakat Desa Samangki menolak pembangunan pabrik aspal,” jelasnya.

Polemik serta dampak dari pembangunan pabrik aspal yang dirasakan oleh masyarakat Desa Samangki juga mendapat respon dari Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Sulawesi Selatan.

Tanggapan ini disampaikan langsung oleh Kepala Divisi Perlindungan Ekosistem Esensial WALHI Sulsel, Nur Asisah yang menyebutkan bahwa pabrik aspal yang dibangun oleh PT Delima Utama melanggar aturan karena tidak memiliki izin.

“Pabrik aspal yang dibangun oleh PT. Delima Utama tidak memiliki izin, makanya pemerintah dan aparat kepolisian harus tegas dan menghentikan proses pembangunannya,” tegasnya.

Selain itu, ia mengatakan bahwa perusahaan melakukan aktivitas tanpa sosialisasi terlebih dahulu dengan masyarakat di Desa Samangki. Sehingga, kehadiran perusahaan tersebut menuai protes karena mengganggu masyarakat sekitar.

Menurut Nur Asisah, pabrik ini akan berdampak pada ekosistem dan menghancurkan habitat hutan, lahan perkebunan, dan sawah milik masyarakat.

“Pembangunan pabrik aspal yang tidak memiliki izin dan kajian lingkungan jelas akan mengakibatkan kerusakan yang cukup masif. Jika kerusakan terjadi, maka akan berdampak pada wilayah kelola masyarakat, bahkan sungai yang berada dekat dengan pabrik jelas akan tercemar,” tutup Asisah. (fdl)