Analisa Penuh Dendam Sebut Danny Jadi Tersangka PDAM, Akademisi: Tendensius, Kerdil dan Dangkal

INIKATA.co.id – Bacaan berita atau kompilasi berita Hasrullah yang kemudian melahirkan analsis tafisran yang sarat dengan kepentingan politis, tendensius,  tidak melakukan perimbangan bacaan berita dari fakta-fakta persidangan dan penyampaian saksi ahli dari kemendagri yang hadir memberikan kesaksian dipersidangan baca detiksulsel “tim ahli Kemendagri sororti PDAM Makassar rugi, Rp90 M tapi direksi bagi tantiem’ nah kalau kita membaca dan mencermati tentu keskasian dari tim ahli sangat terang benderang.

Hasrullah terkesan memaksakan kehendak (alur libido berfikirnya) dengan memakai pendekatan teori analisis wacana yang sangat terkesan dipaksakan tanpa melakukan analisis pembanding bagaimna kesaksian pak Danny pomanto yang secara terbuka  dan lugas didepan khalayak ramai terkait pernyataan bahwa beliau sama sekali tidak terlibat, justru Namanya diserert-seret pada hal dirinya tidak terlibat, kelihatan ada pergerkakan memfreming berita yang menyudutkan dan memproduksi berita hoaks yang ditujukan kepada Bapak Danny Pomanto ditengah kesibukannya mengurus rakyat dan kotanya lalu ada apa ya? dan lakukan juga dong analisis content pembanding , yang menurut amatan saya taka tau narasi yang dimainkan oleh Dr Hasrullah sangat jauh dari ranah objektif menurut ramuan Barelson (1952) Analisis karateristik yang sangat liar, pesan yang terkesan dipaksakan, by pesanan.

Narasi dan diksi yang dimainkan Hasrullah sangat tendensius, menyerang dan menyudutkan Walikota Makassar Danny Pomanto, seakan -akan teks teksnya memberi pesan bentuk pelampiasan dendam amarah  Hasrullah  kepada Danny Pomanto.

Dalam konteks analisis teks politik, penting untuk mencatat kegagalan Hasrullah dalam menerapkan pendekatan analisis kontent yang memadai. Analisis kontent, meskipun sering digunakan dalam studi komunikasi politik, memiliki keterbatasan dalam mengungkapkan nuansa dan struktur mikro dalam teks politik yang kompleks.

Salah satu kegagalan utama dalam pendekatan analisis kontent yang digunakan oleh Hasrullah adalah kurangnya perhatian terhadap konteks sosial dan politik yang memengaruhi produksi dan interpretasi teks politik. Analisis kontent sering kali terfokus pada aspek-aspek luar dari teks, seperti kata kunci, tema, atau frekuensi kata, tanpa memperhatikan latar belakang politik, kepentingan pihak yang terlibat, atau agenda politik yang mungkin memengaruhi pembuatan teks. Akibatnya, analisis tersebut gagal memberikan pemahaman yang komprehensif tentang teks politik yang sedang dianalisis.

Selain itu, analisis kontent juga cenderung mengabaikan struktur mikro dalam teks politik. Pemilihan kata, gaya bahasa, retorika, dan strategi framing yang digunakan dalam teks sering kali lebih penting dalam memengaruhi opini publik daripada sekadar menghitung jumlah kata atau mengidentifikasi tema-tema umum.

Dalam konteks teks politik, struktur mikro dapat menyampaikan pesan-pesan tersirat, merangkul audiens tertentu, atau membangun narasi yang menguntungkan bagi pihak yang menghasilkan teks tersebut. Oleh karena itu, analisis konten yang tidak memperhatikan struktur mikro dapat mengabaikan nuansa dan kompleksitas dalam teks politik.

Selain itu, kegagalan Hasrullah dalam menggunakan analisis kontent untuk menganalisis teks politik juga dapat dilihat dari kekurangan metodologisnya. Analisis kontent sering kali mengandalkan pendekatan deskriptif dan kuantitatif yang kurang mampu mengungkapkan dinamika sosial dan politik yang terlibat dalam teks politik. Pendekatan yang lebih kualitatif dan interpretatif, seperti analisis wacana kritis atau analisis naratif, mungkin lebih cocok untuk mengungkapkan konflik kepentingan, manipulasi retorika, atau dominasi politik yang tersembunyi dalam teks politik.

Dalam korupsi PDAM Makassar, pendekatan analisis wacana kritis yang diusulkan oleh Norman Fairclough dapat menjadi landasan teoretis yang kuat untuk mengungkapkan dinamika dan kompleksitas dalam teks-teks yang terkait dengan kasus ini.

Analisis wacana kritis bertujuan untuk melampaui pendekatan analisis konten yang konvensional dengan menggali struktur mikro teks, memeriksa dimensi sosial dan politik yang terlibat, serta mengungkapkan kekuatan dan dominasi yang mungkin ada dalam komunikasi tersebut.

Dengan demikian, kegagalan Hasrullah dalam menggunakan analisis konten untuk membedah teks politik menunjukkan bahwa pendekatan tersebut memiliki keterbatasan yang signifikan. Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih komprehensif dan kritis tentang teks politik, diperlukan pendekatan yang memperhatikan konteks sosial dan politik, struktur mikro dalam teks, serta mengintegrasikan metodologi yang lebih kualitatif dan interpretatif.

Dalam hal ini, analisis wacana kritis, yang menekankan pada pemahaman yang lebih mendalam tentang kekuasaan dan dominasi dalam komunikasi politik, dapat menjadi alternatif yang lebih efektif dalam mengungkapkan kompleksitas teks politik.(**)

Penulis: Ibnu hadjar yusuf (Akademisi UIN Alauddin Makassar)