Gugatan Judical Review Kewenangan Kejaksaan Sebagai Penyidik Tipikor, Fajlurrahman : Koruptor Tersudut dan Mencari Jalan

MAKASSAR, INIKATA.co.id – Gugatan judicial review terkait kewenangan Kejaksaan sebagai penyidik tipikor di Mahkamah Konstitusi (MK) hingga disebut Koruptor sedang mencari jalan.

Hal itu diungkapkan Ketua Pusat Kajian Kejaksaan Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin (Unhas), Fajlurrahman Jurdi ia mengatakan menyikapi gugatan tersebut dimana saat ini koruptor sedang terdesak, mereka tersudut dan mencoba mencari jalan.

“Saat ini Koruptor sedang tersudut dan berusaha mencari jalan, KPK sendiri, sedang gencar melakukan operasi tangkap tangan, demikian juga Kejaksaan yang lagi gencar-gencarnya memburu koruptor di daerah,” Katanya, Kamis (11/5/2023).

Ia mengatakan dua institusi penegak hukum ini, menurut Fajlurrahman, sedang berlomba untuk menangkap koruptor. Harusnya keduanya didukung penuh bukan dicarikan jalan untuk dilemahkan.

“Itulah sebabnya, sebagian kenapa ada upaya untuk melumpuhkan kewenangan KPK maupun Kejaksaan, sudah 4 kali kewenangan Kejaksaan dalam pemberantasan korupsi diuji di Mahkamah Konstitusi agar dihapus, namun semuanya terpental. MK tetap pada pendirian konstitusional, bahwa Kejaksaan adalah lembaga penting dalam penegakkan hukum, terutama dalam pemberantasan korupsi,” tuturnya.

Menurutnya, Dalam Rilis ICW terakhir saja Kejaksaan merupakan lembaga yang paling besar menangani kasus korupsi, dibanding KPK dan Kepolisian.

“KPK hanya Rp. 2,2 Trilyun, Kepolisian hanya Rp. 1,327. Tetapi Kejaksaan sangat fantastis. Dengan 405 kasus korupsi dengan 909 tersangka dan nilai kerugian negara dari kasus yang ditangani Rp39,207 triliun, maka posisi kejaksaan menjadi penting dalam pemberantasan korupsi,” ungkap Fajlurrahman.

Upaya judicial review kewenangan Kejaksaan dalam menangani perkara tindak pidana korupsi di MK yang dilakukan oleh M. Yasin, salah seorang pengacara tersangka tindak pidana korupsi Plt. Bupati Mimika Johannes Rettob yang tengah ditangani oleh kejaksaan, kata Fajlurrahman, itu merupakan cara pandang dengan kacamata kuda.

Kejaksaan, menurutnya, adalah institusi primer yang terstruktur dalam penegakkan hukum. Korupsi adalah kejahatan extra ordinary, sehingga perlu kolaborasi dari semua pihak untuk memburu para koruptor sampai ke akar-akarnya.

“Kewenangan Kejaksaan dalam pemberantasan korupsi bukannya diperlemah apalagi ditiadakan, justru sebaliknya, pembentuk UU harus memperluas dan memperkuat kewenangan Kejaksaan dengan merevisi UU Kejaksaan. Agar para koruptor di ujung negeri ini seperti di Papua, diburu dan ditangkap,” tutupnya. (*)