Bahasa Daerah di Sulsel Terancam Punah

INIKATA.co.id – Bahasa daerah di Sulawesi Selatan (Sulsel) terancam punah. Hal itu terlihat dari hasil Long Form Sensus Penduduk terakhir (SP 2020) yang baru dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) Sulsel akhir Januari 2023 kemarin, penggunaan bahasa daerah di Sulawesi Selatan kian alami penurunan baik di lingkungan keluarga dan kerabat atau tetangga.

“Penggunaan bahasa daerah baik di keluarga maupun di tetangga/kerabat juga menunjukkan persentase yang kian menurun,” kata Kepala BPS Sulsel, Suntono melalui keterangan tertulisnya.

Ia merinci, saat ini presentase penduduk dengan penggunaan bahasa daerah Sulsel di lingkungan keluarga hanya sebesar 66,71 persen, kemudian penggunaan bahasa daerah di lingkungan tetangga atau kerabat hanya 65,47 persen.

“Sementara persentase penutur bahasa daerah antar generasi Pre-Boomer yang lahir tahun 1945 dan sebelumnya ke generasi Post Gen Z yang lahir tahun 2013 dan seterusnya semakin berkurang,” ungkapnya.

Menanggapi hal ini, Guru Besar Unibersitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar bidang Ilmu Linguistik Fakultas Adab dan Humaniora, Prof Andi Sukri Syamsuri mengatakan, menurunnya kemampuan bahasa daerah ini mengindikasikan bahwa ada ancaman terjadi kepunahan padabahasa daerah di Sulsel.

“Jika melihat data secara statistik dari BPS Sulsel yang menunjukan adanya penurunan penggunaan bahasa daerah dari generasi ke generasi Z serta generasi Alpa, ini artinya kita perlu pemertahanan bahasa daerah, baik bahasa Bugis, Makassar dan Toraja, agar tidak terus menerus menurun yang bisa mengakibatkan kepunahan bahasa daerah,” kata Prof Andi Sukri.

Menurut dia, salah satu upaya yang bisa atau harus dilakukan agar budaya bahasa daerah ini tidak punah adalah dengan kembali memasifkan penerapan atau pengunaannya mulai dari tingkat keluarga, lingkungan hingga pada pemanfaat akses digital.

“Ada beberapa hal yang perlu dilakukan. Yang pertama pemertahanan bahasa daerah di lingkungan rumah tangga, di lingkungan sekolah, dan lingkungan masyarakat. Termasuk kehidupan sosial media serta IT,” ujarnya.

“Memupuk dan melestarikan bahasa daerah di tengah keluarga dengan cara menuturkan menggunakan bahasa daerah sehari-hari di keluarga dengan melalui duplikasi, terutama orang tua dan terpenting ibu,” sambungnya.

Kemudian untuk di lingkungan sekolah, Prof Andi Sukri mengatakan, diperlukan adanya mata pelajaran wajib yang diterapkan di sekolah.

“Menjadikan bahasa daerah sebagai mata pelajaran di sekolah sebagai kawah candradimuka lingkungan pendidikan formal. Menetapkan satu hari dalam seminggu menggunakan bahasa daerah di lingkungan sekolah, dan tetap menetapkan bahasa daerah sebagai pengantar pada mata pelajaran kelas-kelas rendah di SD,” paparnya.

Lebih jauh Wakil Rektor II Universitas Muhammadiyah Makassar itu mengatakan, untuk memasifkan penggunaan bahasa daerah, juga diperlukan adanya inovasi dalam bentuk kamus digital bahasa daerah dan memberikan penghargaan terhadap pencinta bahasa.

“Menciptakan media menjadi sumber belajar IT tentang bahasa dan budaya daerah seperti Kamus Digital Bahasa Daerah. Memberi apresiasi pada pencinta bahasa, sastra dan budaya daerah, termasuk insan perfilman dan sastra lain seperti film atau video-video pendek tentang bahasa daerah seperti film Ambo Nai dan sejenisnya,” tuturnya.

“Bahasa daerah penting dilestarikan sebagai bagian pemertahanan budaya daerah dan karakter sebagai puncak budaya dan karakter bangsa. Hilangnya bahasa daerah berarti hilangnya sebagian sisi budaya negeri kita yang merupakan pencerminan budaya dan karakter bangsa. Selain itu, sendi-sendi kehidupan bermasyarakat bisa digali dari bahasa dan budaya daerah,” tambahnya.

Sekadar diketahui, berdasarkan data Portal Peta dan Bahasa di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Sulsel setidaknya memiliki 14 bahasa daerah.
Mulai dari Bahasa Bajo, Bahasa Bonerate; Bahasa Bugis (27 dialek); Bahasa Bugis De (4 dialek); Bahasa Konjo (terdiri atas 3 dialek); Bahasa Laiyolo; Bahasa Lemolang; Bahasa Makassar (4 dialek); Bahasa Mandar; Bahasa Massenrengpulu (5 dialek); Bahasa Rampi; Bahasa Seko; Bahasa Toraja (11 dialek); dan Bahasa Wotu.

Presentase penduduk dengan penggunaan bahasa daerah Sulsel di lingkungan keluarga

  • Post Gen z dan seterusnya: 42,95 persen
  • Generasi Z lahir 1997-2012: 63,22 persen
  • Milenial 1981-1996: 68,35 persen
  • Gen X 1965-1980: 75,13 persen
  • Baby Boomer 1946-1964: 81,46 persen
  • Pra Boomer 1945 dan sebelumnya: 87,43 persen

Presentase penduduk dengan penggunaan bahasa daerah di lingkungan tetangga atau kerabat

  • Post Gen z dan seterusny: 42,43 persen
  • Generasi Z lahir 1997-2012: 60,85 persen
  • Milenial 1981-1996: 68,07 persen
  • Gen X 1965-1980: 74,35 persen
  • Baby Boomer 1946-1964: 79,40 persen
  • Pra Boomer 1945 dan sebelumnya: 85,09 persen

Sumber: Data BPS Sulsel (Hasil Long Form SP 2020 yang dikeluarkan 30 Januari 2023)