INIKATA.co.id – DPRD Provinsi Sulawesi Selatan melalui Panitia Khusus (Pansus) telah merampungkan Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang Pencegahan dan Penanganan Korban Perdagangan Orang (PPKPO) setelah dilakukan finalisasi.
“Alhamdulilah, sudah selesai hari ini, kita finalkan semua. Tinggal tadi ada beberapa pengistilahan kita kembalikan sesuai Undang-undang nomor 21 tahun 2007 tentang TPPO (Tindak Pidana Perdagangan Orang),” kata Ketua Pansus PPKPO Risfayanti Muin di gedung Tower DPRD Sulsel, Makassar, Senin.
Politisi perempuan asal Fraksi PDI-Perjuangan menyatakan, Ranperda tersebut memuat 14 Bab dan 26 pasal. Hanya saja, ada narasi pada Bab 5, semula penanganan diganti menjadi pelayanan terpadu korban perdagangan orang.
“Setelah ini, Pansus mengembalikan ke Bapemperda untuk disiapkan kesepakatan maju ke Paripurna. Artinya, diajukan ke Rapat Paripurna karena tadi sudah selesai finalisasi setelah rapat yang kita lakukan selama dua bulan,” ujarnya .
Saat ditanyakan tidak ada muatan sanksi dalam Ranperda tersebut, Risfayanti menjelaskan bahwa untuk sanksi telah diatur dalam Undang-undang TPPO, sehingga lebih ditekankan pada pelayanan korban.
“Jadi begini, perdagangan orang jelas sanksinya dalam Undang-undang, sudah masuk ranah tindak pidana, karena jelas. Di Ranperda ini difokuskan pada pencegahan dan penanganan. Jadi, ditengah kejadiannya menjadi ranah Aparat Penegak Hukum, tidak ada sanksi,” tuturnya menjelaskan.
Sebelumnya, Wakil Ketua Pansus Vera Firdaus dalam rapat finalisasi tersebut mengungkapkan, masih ada cela bagi para oknum yang memanfaatkan praktik perdagangan orang dengan modus perusahaan penyalur tenaga kerja hingga ke luar negeri.
Sehingga tidak perlu dihapus tentang Pencegahan Preventif di pasal 7 pada poin M, pencegahan tindak pidana korupsi dalam pemberian layanan oleh Pemerintah Daerah yang dapat menyebabkan terjadinya perdagangan orang.
“Kadang ada baru mendaftar jadi tenaga kerja, syaratnya bisa diaturlah. Kadang pula ada PT penyalur tenaga walupun belum terpenuhi artinya belum layak berdiri, kalau bisa diatur jalan dulu lah nanti izinnya menyusul. Ini kan bagian dari korupsi,” ungkap Vera.
Menurut dia, hal ini yang penting dicegah dan sangat masuk akal ada pasal itu. Jadi, ada modus tindak pidana korupsi dalam pemberian layanan, yang seharusnya layanan itu sesuai prosedur, jangan ada permainan disitu, baik dalam hal pendirian PT maupun pemberangkatan tenaga kerja.
“Artinya, semakin dipermudah atau diberi dispensasi atau diberi kebijaksanaan maka, terbukalah ruang untuk terjadinya perdagangan orang semakin besar,” paparnya menegaskan.
Berdasarkan data Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang (GT-PPTPPO) tahun 2015-2019 tercatat laporan kasus ada 2.648 korban yang teridentifikasi di Indonesia. Di Sulsel pada 2019 ada enam kasus dan naik delapan kasus pada 2020.
Sebanyak 88 persen di antaranya adalah perempuan dan 12 persen laki-laki. Korban telah diperdagangkan baik di dalam negeri maupun lintas batas karena berbagai alasan.(**)