INIKATA.co.id– Pemerintah Amerika Serikat memberlakukan sanksi terhadap tiga warga negara Myanmar dan sebuah perusahaan. Sanksi diberlakukan atas keterlibatan mereka membantu junta militer melalukan kudeta terhadap Aung San Suu Kyi awal tahun lalu.
Departemen Keuangan mengatakan dalam sebuah pernyataan Kamis (6/10), bahwa sanksi dijatuhkan kepada pengusaha Myanmar Aung Moe Myint, putra seorang perwira militer yang dikatakan memfasilitasi pembelian senjata, serta perusahaan yang ia dirikan, Dynasty International Company Limited, dan dua direkturnya.
Departemen Keuangan dalam pernyataannya pada Kamis (7/10) mengatakan bahwa Aung Moe Myint, yang sudah berada di bawah sanksi Uni Eropa dan Inggris, menggunakan perusahaan itu untuk memfasilitasi pengadaan berbagai senjata, persenjataan, rudal, dan pesawat terbang, serta suku cadang pesawat, untuk militer Myanmar.
Tindakan itu membekukan aset AS apa pun dari mereka yang ditunjuk dan umumnya melarang warga Amerika berurusan dengan mereka.
“Hari ini kami menargetkan jaringan pendukung dan pencatut perang yang memungkinkan pengadaan senjata untuk rezim militer Burma,” kata Brian Nelson, wakil menteri keuangan untuk terorisme dan intelijen keuangan, seperti dikutip dari AFP, Jumat (7/10).
“Perbendaharaan akan terus mengambil tindakan untuk menurunkan kemampuan militer Burma untuk melakukan tindakan kekerasan brutal terhadap rakyat Burma,” kata Nelson.
Departemen Luar Negeri juga melarang mantan kepala polisi Myanmar dan wakil menteri dalam negeri Than Hlaing melakukan perjalanan ke Amerika Serikat karena keterlibatannya dalam pelanggaran hak asasi manusia.
Departemen Keuangan, secara khusus mengutip pembunuhan di luar hukum terhadap pengunjuk rasa damai pada Februari 2021.
Negara-negara Barat telah mengeluarkan banyak putaran sanksi terhadap militer dan bisnisnya sejak kudeta. Namun, upaya mengisolasi junta telah gagal menghentikan pergeseran ke dalam apa yang disebut utusan AS sebagai perang saudara.
Sanksi, termasuk yang dikeluarkan pada Kamis, gagal menargetkan penjualan gas Myanmar. Gas Myanmar adalah sumber pendapatan asing terbesar militer, sebuah langkah yang menurut pasukan anti-junta dan pembela hak asasi manusia dapat mempengaruhi perilaku militer.
“Kebijakan sanksi AS saat ini terhadap Myanmar tidak berhasil,” kata John Sifton, direktur advokasi Asia untuk Human Rights Watch.
“Ini seperti memberikan setengah dosis obat dan kemudian berharap itu akan bekerja seperti dosis penuh,” ujarnya.(**)